Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran Transjakarta dinilai menjadi salah satu tonggak utama dalam proses perkembangan transportasi umum perkotaan di Indonesia.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan sejak awal kemunculannya pada 15 Januari 2004 Transjakarta telah menjadi inspirasi untuk pengembangan transportasi umum perkotaan di Indonesia.
Djoko mengatakan keberadaan Transjakarta telah mensejajarkan pelayanan transportasi umum Jakarta dengan berbagai kota di dunia.
“Daerah tidak perlu lagi belajar penataan transportasi umum ke luar negeri, cukup belajar dengan Transjakarta untuk mengelola transportasi umum di daerah,” jelas Djoko dalam keterangan resminya, Minggu (15/1/2023).
Dia mengatakan masalah kemampuan fiskal daerah selalu menjadi sandungan kepala daerah yang belum mau membenahi transportasi umum dengan skema pembelian layanan. Namun, nyatanya sudah ada 6 kota dan 4 provinsi yang menyelenggarakannya layanan ini. Beberapa kabupaten bahkan telah memberikan subsidi angkutan umum yang sudah beroperasi.
Menurutnya hal utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan transportasi umum adalah komitmen politik (political will) kepala daerah untuk mengalokasikan APBD membenahi transportasi umum di daerah masing-masing. Sikap kepala daerah di Jakarta memeperhatikan keberadaan transportasi umum sudah memberikan pelajaran berarti bagi kepala daerah yang lain.
Baca Juga
“Setiap kampanye pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta, transportasi umum sudah menjadi bahan atau materi kampanye,” katanya.
Djoko memaparkan secara empiris, kehadiran Transjakarta Busway mampu mempengaruhi kebijakan di tataran nasional. Kemunculan UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menggantikan UU No. 14/1992 tidak luput dari keberhasilan Transjakarta Busway dalam improvisasi manajemen dan operasional layanan publik di sektor transportasi.
Adapun, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjenhubdat) Kementerian Perhubungan juga memulai Program Bus Rapid Transit (BRT) di berbagai daerah pada 2004. Program BRT tersebut sedikit berbeda dengan Transjakarta karena tidak disediakan jalur khusus (busway) seperti di Jakarta, tetapi tetap menggunakan jenis bus lantai tinggi (high deck) agar bus tidak berhenti sembarangan hanya dapat menaikturunkan penumpang di halte yang sudah ditentukan.
Meski layanan ini menerima bantuan sejumlah bus dari Ditjenhubdat, tetapi hal ini belum disertai dengan skema pembelian layanan. Dalam perjalananannya, ada 6 kota yang hingga sekarang sudah menerapkan sistem pembelian layanan dengan APBD, yakni Banda Aceh (Trans Kutaraja), Padang (Trans Padang), Pekanbaru (Trans Metro Pekanbaru), Tangerang (Tayo), Semarang (Trans Semarang), Banjarmasin (Trans Banjarmasin).
Kemudian, ada 4 provinsi untuk wilayah aglomerasi, seperti Trans Jogja (DI Yogyakarta), Trans Sarbagita (Bali), Trans Jateng (Jawa Tengah) dan Trans Jatim (Jawa Timur).
Djoko melanjutkan sejak 2020 skema pembelian layanan di angkutan umum perkotaan dikembangkan pada 11 kota, yaitu Trans Metro Deli di Medan, Trans Musi Jaya di Palembang, Trans Metro Pasundan di Bandung, Trans Banyumas di Purwokerto, dan Batik Solo Trans di Surakarta.
Selain itu, ada pula Trans Jogja di Yogyakarta, Trans Semanggi Surabaya di Surabaya, Trans Metro Dewata di Denpasar, Trans Banjarbakula di Banjarmasin, Trans Mamminasata di Makassar, dan Trans Pakuan di Bogor.
Djoko menuturkan ke depannya Transjakarta sangat memerlukan transformasi, mulai dari sisi mindset atau pola pikir, sumber daya manusia, hingga transformasi pelayanan dan operasional. Hal ini diharapkan membuat Transjakarta turut terlibat dalammelakukan transformasi di sektor transportasi BRT maupun non-BRT.