Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menargetkan bursa kripto bakal berdiri pada tahun ini, setelah sebelumnya gagal mewujudkannya pada 2022.
Mekanisme pendiriannya kemungkinan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) turunan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK)
Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan, pihaknya dalam 6 bulan ini akan fokus pada penyusunan PP turunan UU PPSK yang telah disahkan DPR pada Desember kemarin. Nantinya, lewat UU PPSK pengawasan perdagangan aset kripto bakal dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebelumnya oleh Bappebti.
“Dengan masa transisi ini 6 bulan ini sebelum diawasi oleh OJK, nanti mungkin dalam PP turunan UU PPSK bakal ada mekanisme/pendirian bursa kripto,” ujar Didid.
Dia menungkapkan, alasan belum terbangunnya bursa kripto lantaran belum adanya negara yang dapat dijadikan benchmarking pendirian bursa kripto untuk dicontoh Indonesia.
“Itu catatan buat kami, padahal 2022 itu janji kami [membangun bursa kripto]. Di sini harus mengakui, belum membangun kliring, bursa kripto. Kenapa? Kita ingin memastikan ekosisitem berjalan dengan baik. Karena kita kesulitan membuat benchmarking-nya,” ujar Didid dalam konferensi persnya di Kantor Bappebti, Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Baca Juga
Dia mengungkapkan, apabila bursa kripto sudah terbangun, setidaknya pengawasan dan tanggung jawab bisa dilakukan secara bersama-sama dan berlapis.
“Ketika bursa tidak ada, kami yang akan mengambil risiko tersebut,” ucap Didid.
Dengan tidak adanya bursa, Didit pun mengakui kerja-kerja Bappebti banyak tersedot pada masalah-masalah penyelewengan perdagangan robot trading yang marak sepanjang 2021-2022.
“Upaya kami, untuk inovasi terkait kebijakan menjadi tidak optimal karena kita fokus pada pengawasan pada 2022 itu yang terjadi. Ini akan diperbaiki pada 2023,” tegas Didid.
Menurut Didid, transaksi kripto sendiri pada 2021 total mencapai Rp859,4 triliun, sedangkan pada 2022 mengalami penurunan, sebab catatan sampai November transaksinya kurang dari Rp300 triliun. Meski begitu, Didid mengatakan, dari segi pelanggan justru meningkat.
“Ada penurunan lebih 50 persen dari nilai transaksinya. Tapi dalam pelanggan terdaftarnya meningkat. Akhir 2021, ada 11,2 juta pelanggan terdaftar, November 2022 ada 12,55 pelanggan. Dalam 11 bulan, 5,3 juta pelanggan penambahannya,“ tutur Didid.
Sementara itu, dari pajaknya sendiri transaksi kripto menghasilkan setidaknya Rp231,75 miliar pada periode Mei-Desember 2022. “Itu hanya dari penghasilan dari yang terdaftar, sedangkan dari yang tidak terdaftar lebih banyak lagi, cuma masuknya ini yang belum kita tahu,” ungkapnya.