Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan beban dunia usaha bakal semakin berat jika Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga pada bulan ini.
Pasalnya, sebelum kenaikan suku bunga acuan, dunia usaha telah menghadapi tantangan berat akibat pandemi hingga peningkatan biaya produksi serta harga komoditas global yang naik.
Bank Indonesia (BI) diproyeksi kembali mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25-50 basis points (bps) pada bulan ini. Adapun, Rapat Dewan Gubernur (RDG) digelar pada pada Rabu dan Kamis (21-22 Desember 2022).
Wakil Ketua Kadin Bidang Koordinator Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri, Shinta Kamdani mengatakan apabila BI menaikkan suku bunga kembali, dikhawatirkan memberi dampak pada pertumbuhan kinerja/produktivitas sektor riil dan penciptaan lapangan kerja dalam jangka pendek.
“Hal tersebut bisa menyebabkan pelaku usaha menahan arus kas dan menunda ekspansi usaha. Apalagi secara historis, kenaikan suku bunga kerap menaikkan suku bunga riil. Sehingga domino effect bisa terjadi ke beban pinjaman riil pelaku usaha,” kata Shinta kepada Bisnis, Rabu (21/12/2022).
Dia mengatakan, apabila kenaikan suku bunga acuan tetap dilakukan, maka pemerintah harus melakukan langkah turunan. Seperti memastikan stabilitas daya beli pasar domestik dan memastikan peningkatan efisiensi cost of doing business di Indonesia agar bisa lebih kompetitif.
“Diperlukan juga stimulus ekonomi untuk mendorong produktivitas ekonomi dalam negeri, misalnya lewat realisasi APBN secara tepat waktu, khususnya untuk pembangunan infrastruktur strategis. Diperlukan juga kompensasi kredit yang dapat menyeimbangkan kenaikan suku bunga dan perpanjangan restrukturisasi kredit,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, memastikan, tidak akan berlebihan dalam menaikkan suku bunga acuan. Tingkat kenaikannya pun dipastikannya tidak akan seagresif yang dilakukan seperti bank sentral Amerika Serikat atau The Fed.
"Dengan adanya seperti subsidi dari bu menteri keuangan tekanan inflasi terjaga, sehingga kami tidak harus menaikkan suku bunga berlebihan atau seagresif di AS atau negara lain," kata Perry dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Ritz Carlton Jakarta, Rabu (21/12/2022).