Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian PUPR akan Revisi Aturan Harga Rumah Subsidi, Sinyal Naik?

Pemerintah menyusun revisi Peraturan Menteri PUPR untuk menyesuaikan harga rumah subsidi sejalan kenaikan harga konstruksi.
Foto udara pembangunan perumahan bersubsidi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (2/9/2022). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
Foto udara pembangunan perumahan bersubsidi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (2/9/2022). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)  tengah melakukan revisi Peraturan Menteri PUPR terkait penyesuaian harga rumah subsidi. 

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPPR Iwan Suprijanto mengatakan untuk melakukan penyesuaian harga rumah subsidi, pihaknya terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PU dan Perumahan untuk mengatasi kenaikan bahan konstruksi. 

"Dirjen Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PU dan Perumahan sedang menyusun revisi Peraturan Menteri PUPR untuk mendukung dan menyesuaikan harga rumah subsidi yang belum disesuaikan dengan berbagai kenaikan harga konstruksi," kata Iwan kepada Bisnis, Kamis (3/11/2022).

Sebelumnya, pengembang rumah subsidi terus mendorong pemerintah untuk segera menyesuaikan harga terhadap kenaikan harga bahan material. Apalagi, harga rumah subsidi masih belum diubah hampir 3 tahun. 

Adapun, peraturan batasan harga rumah subsidi tercantum dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/2020 tentang batasan harga jual rumah sejahtera tapak yang diperoleh melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi. 

Beleid tersebut merupakan ubahan dari Kepmen PUPR No.535/KPTS/M/2019 yang diteken oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada 18 Juni 2019. Meski demikian, di beleid terbaru itu batasan harga rumah subsidi tidak mengalami perubahan. 

Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S. Atmawidjaja mengaku telah mengajukan anggaran untuk penyesuaian harga rumah subsidi dengan kenaikan sebesar 7 persen. 

Namun, usulan tersebut masih tertahan di Kementerian Keuangan yang disebut harus ikut menghitung ulang dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minya atau BBM subsidi. 

"Kita sudah siapkan anggarannya, tapi kebijaknnya sendiri belum ada, jadi itu juga temasuk yang harus kita bicarakan di level kabinet," kata Endra beberapa waktu lalu. 

Menurut Sekjen DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali kenaikan 7 persen semestinya tidak memberatkan konsumen, mengingat pendapatan UMR sudah meningkat sejak 3 tahun lalu. 

"Makanya kenapa Apersi usul sekitar 7 persen itu kurang lebih sama dengan UMR selama 3 tahun," tegasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper