Bisnis.com, JAKARTA - Kelebihan pasokan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN diperkirakan akan kembali bertambah seiring dengan masuknya daya baru mencapai 7 gigawatt (GW) hingga akhir tahun ini.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengatakan, pada tahun depan juga akan masuk daya baru sekitar 5 GW yang akan menambah situasi kelebihan pasokan listrik perusahaan setrum pelat merah tersebut.
“Indonesia punya kelebihan dari pasokan listrik cukup besar di luar margin saat ini sudah 30 persen dan akan masuk lagi 7 GW tahun ini, dan tahun depan itu mungkin ada sekitar 5 GW yang akan masuk dalam sistem,” kata Pahala saat acara SOE International Conference & Expo 2022: Driving Sustainable and Inclusive Growth, Minggu (16/10/2022).
Oleh karena itu, selain membentuk ekosistem kendaraan listrik nasional untuk menyerap limpahan listrik tersebut, Pahala menekankan percepatan program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara menjadi krusial dilakukan saat ini.
Dia pun berharap bantuan pendanaan dari negara barat serta sejumlah lembaga keuangan internasional dapat menopang komitmen pemadaman operasi pembangkit fosil tersebut secara bertahap.
Adapun, Kementerian BUMN membuka peluang PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) untuk mengambil alih aset pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN lewat aksi korporasi perusahaan tambang batu bara pelat merah tersebut.
Baca Juga
Opsi itu diambil untuk mengurangi aset fosil yang terdapat pada portofolio perusahaan setrum milik negara tersebut. Di sisi lain, dia mengatakan, opsi itu turut menunjukkan komitmen Indonesia untuk segera beralih pada energi bersih saat ini.
“Skemanya sudah disiapkan tapi kan ga bisa jalan kalau cuma ada investor baru dan PLN saja, harus didukung juga dengan green financing yang selama ini dijanjikan oleh negara barat,” kata dia.
Seperti diketahui, PLN tengah mendorong penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 sebagai langkah awal perseroan memberi ruang untuk investasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional. Manuver itu diperkirakan menelan investasi sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp89,3 triliun, kurs Rp14.890.
Hanya saja program penghentian PLTU seluruhnya hingga 2050 diproyeksikan bakal sulit dilakukan. Center for Global Sustainability University of Maryland memperkirakan kebutuhan dana yang perlu diamankan PLN mencapai US$32,1 miliar atau setara dengan Rp475,4 triliun, asumsi kurs Rp14.810.
Di sisi lain, PLN mesti menaikkan kapasitas serta ekosistem pembangkit EBT dengan nilai investasi menyentuh US$1,2 triliun atau setara dengan Rp17.772 triliun hingga 2050 mendatang.
“Ini bukan biaya yang kecil kita harus lihat kemampuan fiskal Indonesia seberapa jauh untuk menyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini apakah filantropi, multilateral, bilateral atau swasta tertarik untuk ikut masuk,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sinthya Roesly.