Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Bank Dunia David Malpass mengungkapkan keenganan China untuk memberikan lebih banyak stimulus selama perlambatan ekonomi global memberi tekanan pada Amerika Serikat untuk mendukung pertumbuhan global.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (20/9/2022), Malpass menjelaskan China melakukan kebijakan yang berbanding terbalik dengan negara lain saat menghadapi siklus penurunan global sebelumnya, dengan memangkas suku bunga dan memacu pengeluaran pemerintah.
Namun dalam siklus perlambatan ekonomi kali ini China cenderung enggan memberikan stimulus guna memacu pemulihan.
"Hal ini mungkin baik untuk ekonomi jangka panjang China, tetapi itu berarti bagi dunia, ekonomi terbesar kedua di dunia (China) tidak benar-benar melompat ke depan. Itu memberi lebih banyak beban pada Amerika Serikat," ungkap Malpass.
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2023 akan melambat menjadi 0,5 persen, dan berkontraksi 0,4 persen per kapita. Kondisi ini memenuhi definisi resesi teknis.
Sebelumnya, Bank Dunia menilai bahwa dalam keadaan seperti saat ini, pukulan moderat terhadap ekonomi global dalam beberapa tahun ke depan dapat membawa datangnya resesi.
Baca Juga
Bahkan, pada 2023 pun diperkirakan akan terjadi resesi karena serentaknya kenaikan suku bunga dari seluruh bank sentral, sebagai respons terhadap inflasi.
"Perlambatan—seperti yang sedang berlangsung—biasanya memerlukan kebijakan kontra-siklus untuk mendukung aktivitas. Namun, ancaman inflasi dan keterbatasan ruang fiskal mendorong para pembuat kebijakan di banyak negara untuk menarik dukungan kebijakan bahkan ketika ekonomi global melambat tajam," tulis Malpass.