Bisnis.com, JAKARTA — Manisnya kinerja penjualan alat berat diperkirakan berlanjut hingga tahun depan. Hal ini sejalan dengan masih tingginya kebutuhan pasar., khususnya di sektor konstruksi dan batu bara.
PT ABMM Investama Tbk. (ABMM) memperkirakan belanja modal (capex) perusahaan untuk pengadaan alat berat pada 2023 bakal tetap tinggi seperti tahun ini. Perusahaan memasok dari PT Trakindo Utama.
Direktur ABM Investama Adrian Erlangga mengatakan tahun ini ABMM menggelontorkan belanja modal senilai Rp2,90 triliun untuk pengadaan alat berat. Nilai tersebut naik 2,5 kali lipat dibandingkan dengan 2021.
"Pengadaan alat berat kami tahun ini kira-kira sama dengan tahun lalu. Penyebabnya ada 2 faktor," kata Adrian kepada Bisnis, Senin (19/9/2022).
Pertama, jelasnya, terdapat dorongan dari konsumen yang merupakan perusahaan tambang agar perusahaan meningkatkan kapasitas produksi. Hal ini sejalan dengan upaya perusahaan konsumen meningkatkan volume produksi batu bara.
Kedua, Adrian mengakui banyak peluang pertumbuhan bisnis yang muncul setelah ABMM mengakuisisi 30 persen saham PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS). Peluang tersebut, jelasnya, turut memengaruhi belanja modal perusahaan tahun depan.
Baca Juga
Tahun ini, Adrian mengatakan perusahaan telah memesan ratusan unit alat berat dari Trakindo. Perusahaan, sambungnya, juga berencana memesan ratusan unit lagi dari Trakindo untuk tahun depan.
Produksi Alat Berat
Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) memperkirakan produksi alat berat untuk sektor konstruksi tahun ini masih stabil di angka 2.000 unit. Setara dengan 20 persen dari total kapasitas produksi.
Ketua Umum Hinabi Jamaludin mengatakan produksi alat berat untuk kebutuhan sektor konstruksi tahun ini stabil lantaran investasinya sudah dimulai sejak 2020. Alasannya, proses pergantian alat berat sektor konstruksi relatif lebih panjang dibandingkan dengan sektor tambang.
"Sektor konstruksi pergantian alatnya cukup panjang, tidak seperti mining. Sehingga investasi alat untuk konstruksi sudah dimulai dari sebelum-sebelumnya," kata Jamaludin kepada Bisnis.
Mengutip data Hinabi, porsi alat berat untuk sektor konstruksi sebesar 20 persen dari total produksi. Selanjutnya, untuk sektor pertambangan 40 persen, forestry 25 persen, dan agro 15 persen.
Himpunan tersebut juga mencatat kapasitas produksi alat berat di Indonesia sekitar 10.000 unit tahun ini, naik 40 persen dibandingkan dengan kapasitas produksi tahun sebelumnya dengan jumlah sekitar 6.000 unit.
Stabilnya produksi alat berat untuk keperluan konstruksi sejalan dengan perkiraan optimis penjualan oleh emiten yang bergerak di sektor tersebut.