Bisnis, JAKARTA - Konflik global dan tingginya kebutuhan pasokan minyak mentah dengan harga murah membuat Indonesia berada di persimpangan. Indonesia membutuhkan minyak murah, seperti yang ditawarkan Rusia. Namun Indonesia juga harus menimbang relasinya dengan negara-negara yang berseberangan dengan Rusia.
Berita tentang untung dan rugi belanja minyak murah Rusia menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (14/9/2022):
1. Menimbang Untung dan Rugi Belanja Minyak Murah Rusia
Konflik global dan tingginya kebutuhan pasokan minyak mentah dengan harga murah membuat Indonesia berada di persimpangan. Indonesia membutuhkan minyak murah, seperti yang ditawarkan Rusia. Namun Indonesia juga harus menimbang relasinya dengan negara-negara yang berseberangan dengan Rusia.
Presiden Jokowi dikabarkan mempertimbangan untuk membeli minyak murah dari Rusia. Namun, sejauh ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral belum membuka apa yang menjdi pertimbangan Presiden Jokowi mengimpor minyak mentah murah dari Rusia.
“Itu saya tidak tahu, terus terang saja kalau itu, terus terang kalau Rusia saya nggak ikut,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji. Hal itu disampaikan Tutuka saat diminta konfirmasi selepas Rapat Panja Pembahasan RUU APBN 2023 di Banggar DPR, Jakarta, Senin (12/9/2022).
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga enggan memberikan keterangan terbaru terkait sinyal dari pemerintah untuk membeli minyak murah dari Rusia.
2. Perbudakan Modern Melonjak, Perempuan dan Anak-Anak Jadi Korban
Kerja paksa dan pernikahan paksa mewarnai kasus perbudakan modern sepanjang 2021. Organisasi buruh dunia ILO menyebutkan dalam Estimasi Global Perbudakan Modern 28 juta orang terjebak dalam kerja paksa. Sementara itu, 22 juta orang lainnya terjebak dalam pernikahan paksa.
Dalam lima tahun terakhir, jumlah orang yang terjebak dalam perbudakan modern meningkat hingga 10 juta lebih. Hal itu didasarkan pada data perbudakan modern 2021 dibandingkan dengan perkiraan global 2016. Kelompok yang paling rentan menjadi korban perbudakan modern adalah kaum perempuan dan anak-anak.
ILO menggarisbawahi bahwa perbudakan modern terjadi di hampir setiap negara di dunia. Tragedi kemanusiaan tersebut melintasi garis etnis, budaya dan agama. “Lebih dari setengah (52 persen) dari semua kerja paksa dan seperempat dari semua pernikahan paksa dapat ditemukan di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas atau berpenghasilan tinggi,” papar ILO.
Disebutkan bahwa sebagian besar kasus kerja paksa (86 persen) ditemukan di sektor swasta.
3. Mengembalikan Indonesia Jadi "Surga" Investasi Bagi Belanda
Pada 2020, sebelum wabah Covid menghantam dunia, Belanda menjadi salah satu dari lima negara asal investasi terbesar di Indonesia. Covid mengubah konstelasi tersebut. Pada kuartal I/2022 Belanda berada di peringkat ke 10.
Pada kuartal II/2022, Negeri Kumpeni itu naik peringkat di posisi ke tujuh dari 10 negara asal investasi terbesar ke Indonesia. Untuk mengembalikan investasi Belanda berada di peringkat 5 tentu memburuhkan upaya tersendiri.
Dua tahun lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat Belanda masuk dalam jajaran lima besar negara yang paling banyak berinvestasi di Indonesia. Data tersebut merupakan catatan realisasi investasi sepanjang triwulan III 2020, saat Negeri Keju itu resmi mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.
Belanda masuk jurang resesi setelah mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi selama dua triwulan berturut-turut. Ekonomi Belanda terkontraksi 1,7 persen pada triwulan I 2020. Kontraksi berlanjut hingga 9,3 persen pada triwulan II 2020.
"Ini menarik juga, Eropa sekalipun pertumbuhan ekonomi mereka defisit, tapi animo, gairah mereka untuk investasi di Indonesia cukup luar biasa. Belanda ini juga dijadikan beberapa negara jadi hub sebenarnya," kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam paparan realisasi investasi secara daring, seperti dilaporkan Antara, Jumat 23 Oktober 2020.
4. Nasib Gaji Pegawai GIAA dan Bird setelah BBM Naik
PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) dan PT Blue Bird Tbk. (BIRD) belum akan melakukan penyesuaian gaji pegawai seiring dengan penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). "Enggak ada (penyesuaian) gaji pegawai," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, Selasa (13/9/2022).
Berbeda dengan GIAA yang sudah ada keputusan, Wakil Direktur Utama Blue Bird Adrianto Djokosoetono menjelaskan bahwa perseroan masih melakukan studi mengenai dampak penaikan BBM ke beberapa hal termasuk ke pengemudi dan karyawan kita.
"Hasil studi tersebut akan menjadi pertimbangan langkah kami berikutnya," ujarnya.
Pemerintah pada Sabtu (3/9/2022) memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga pertalite naik dari sebelumnya Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter (naik sekitar 31 persen). Harga per liter solar subsidi naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 (naik sekitar 32 persen). Adapun harga pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter (naik sekitar 16 persen).
Dampak secara langsung adalah kenaikan biaya transportasi, baik umum maupun pribadi. Dampak tidak langsungnya adalah kenaikan pada harga-harga barang yang lain.
5. Proyek Baterai Strategis Nasional Terhambat Masalah Perizinan
Salah satu proyek investasi baterai kendaraan listrik terbesar di Tanah Air yang melibatkan investor China dan Korea Selatan di Halmahera Utara, Maluku masih terhambat oleh urusan administrasi.
Proyek penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide preci-pitate (MSP) bisa sebagai bahan baku prekursor dan katoda baterai kendaraan listrik ini melibatkan investor PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL) dan LG Energy Solution (LG).
Perkiraan total nilai investasi dari kedua mitra ini mencapai sebesar US$15 Miliar atau setara dengan Rp215 Triliun.
Sayangnya, proyek ini terkendala lantaran anak usaha hasil joint venture ANTM dengan dua investor tersebut, yakni PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) belum mendapat izin usaha pertambangan (IUP).
Direktur Utama ANTM Nico Kanter mengatakan konsekuensinya, penyelesaian transaksi tambang bersama dengan dua mitra konsorsium tersebut dipastikan terhambat.
“Mereka itu terkunci dengan nama perusahaan di dalam Keppres. Sekarang bagaimana kita membuat adendum dari Keppres,” kata Nico saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR pada Senin (12/9/2022).