Bisnis.com, JAKARTA – Harga komoditas batu bara menembus rekor tertinggi. Tak ayal kondisi tersebut ikut mengerek saham emiten emas hitam yang berorientasi pada ekspor. Harga batu bara global menembus rekor tertinggi dalam sejarah pada kisaran US$463 per ton di bursa ICE Newcastle.
Berita tentang harga komoditas batu bara menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (7/9/2022):
1. Pecah Rekor Harga Batu Bara, Saham Emiten Emas Hitam Membara
Kendati begitu, prospek harga batu baru ke depan dalam jangka pendek dibayangi oleh faktor stok jelang musim dingin. Rusia menyetop pasokan gas, harga minyak mentah naik substitusi juga naik, serta permintaan China sebagai konsumen terbesar global. Di samping itu, kinerja keuangan korporasi batu bara dipengaruhi oleh aturan anyar soal tariff royalti yang belum lama ini dirilis pemerintah.
Hingga perdagangan sesi pertama Selasa (6/9/2022), mayoritas saham emiten tambang batu bara bergerak di zona hijau. Harga saham emiten batu bara menguat dipimpin oleh PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) yang menguat hingga 9,64 persen pada level Rp216.
Selanjutnya, saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) menguat 3,82 persen ke Rp44.175. Saham PT United Tractors Tbk. (UNTR) menyusul dengan penguatan 3,35 persen ke Rp35.500 per saham.
Saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) juga terpantau bergerak di zona hijau, naik 3,82 persen ke Rp3.190. Kemudian, saham PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) menguat 0,45 persen ke Rp4.470 dan saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) naik 0,25 persen ke Rp4.040.
Seiring dengan membaranya harga batu bara global, laju indeks IDX Sector Energy juga ikut bergerak naik hingga 76,68 persen sepanjang tahun berjalan 2022 bahkan setelah harga BBM naik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan mengaut dengan adanya sentiment dari derasnya aksi beli asing di Bursa Indonesia dan naiknya harga batu bara yang mendekati US$500.
Di sisi kinerja keuangan, mayoritas emiten di sektor ini meraih kenaikan pendapatan dan laba pada paruh pertama tahun ini. Misalnya saja pendapatan HRUM naik 226,18 persen, ADRO 126,61 persen, dan BUMI 129,62 persen. Di sisi laba, sejumlah emiten mengalami pertumbuhan hingga triple digit pada semester I/2022.
2. Harap-harap Cemas Keberhasilan BLT BBM Topang Daya Beli
Pemerintah meyakini bantalan sosial yang pekan lalu diputuskan sebagai persiapan kenaikan harga BBM bisa menjaga daya beli, bahkan menurunkan angka kemiskinan. Namun, para ekonom memprediksi kenaikan BBM justru akan menciptakan orang miskin baru.
Kendati kelompok masyarakat yang paling terdampak dari kenaikan harga BBM tersebut adalah kelompok masyarakat kelas menengah atas, menurut perhitungan Kementerian Keuangan, kenaikan harga BBM akan menggerus daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah sebesar Rp8 triliun. Namun, tergerusnya daya beli tersebut telah dikompensasi pemerintah dengan adanya bantuan sosial atau bansos pengalihan BBM yang diberikan sebesar Rp24,17 triliun.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu pada Senin (5/9/2022) di Gedung DPR. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diolah, sampai dengan Maret 2022 distribusi pengeluaran 40 persen penduduk yang tergolong sebagai masyarakat kelas menengah adalah 35,47 persen dari total populasi nasional.
Jumlah tersebut jauh di atas 40 persen penduduk kelas bawah dengan persentase distribusi pengeluaran sebesar 18,06 persen dibandingkan dengan total populasi nasional sampai dengan Maret tahun ini. Kondisi ini berpotensi menyetop tren pengeluaran per kapita/bulan masyarakat Indonesia untuk keperluan makanan dan minuman yang tercatat konsisten mengalami kenaikan dalam kurun 5 tahun terakhir.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengeluaran per kapita/bulan nasional untuk pembelian produk makanan dan minuman di Indonesia pada 2021 naik 15,24 persen dari 2017. Total pengeluaran per kapita/bulan nasional untuk pembelian produk makanan dan minuman pada 2021 senilai Rp622.845, sedangkan pada 2017 pengeluaran per kapita/bulan untuk keperluan yang sama senilai Rp527.956.
Dari sisi struktur fiskal, kebijakan BLT diperlukan untuk menahan beban subsidi energi yang mencapai Rp502 triliun. Apabila tidak dilakukan penaikan harga BBM, beban subsidi bisa melonjak sebesar Rp200 triliun.
3. 'Bersih-Bersih' Entitas Pemberat Industri Keuangan
Otoritas ‘bersih-bersih’ perusahaan sektor industri keuangan non-bank (IKNB) bermasalah dari sektor asuransi hingga finansial teknologi atau fintech masih berjalan.
Entitas bermasalah yang dimaksud adalah mereka yang belum memenuhi rasio-rasio kinerja keuangan sesuai dengan ketentuan. Lembaga jasa keuangan non-bank (LJKNB) bermasalah sebenarnya hanya sebagian kecil dari industri keseluruhan.
Adapun rata-rata kumulatif tingkat solvabilitas (risk based capital/RBC) sektor perasuransian masih terbilang jauh di atas batas 120 persen, yaitu 493,8 persen untuk asuransi jiwa dan 313,19 persen untuk asuransi umum. Begitu pula dengan sektor pembiayaan, gearing ratio masih 1,98 kali atau jauh di batas maksimal 10 kali.
4. Daya Tahan Emiten Sektor Ritel Diuji Kenaikan Harga BBM Subsidi
Saham-saham dari emiten yang bergerak di industri ritel bakal menjadi kelompok saham yang paling rentan terkoreksi akibat sentimen negatif kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Apalagi, sebelumnya sektor ini sudah terimbas oleh sentimen kenaikan suku bunga acuan.
Pada prinsipnya, kenaikan harga BBM maupun suku bunga acuan bakal berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat. Hal ini bakal berimbas pada turunnya permintaan terhadap produk-produk emiten ritel ini.
Alhasil, investor pun bakal mengantisipasi pelemahan kinerja ini dengan melepas saham sektor tersebut. Meski demikian, sektor ini bukannya tidak memiliki harapan sama sekali. Selain itu, dampaknya yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM juga tidak merata atau sama besarnya untuk semua emiten ritel.
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheril Tanuwijaya, mengatakan bahwa masih ada beberapa sentimen lain yang perlu diperhatikan. Menurutnya, prospek emiten ritel juga akan dipengaruhi oleh mobilitas masyarakat Indonesia yang relatif tinggi.
Hal tersebut juga ditambah dengan tren kenaikan harga komoditas global. Posisi Indonesia sebagai negara produsen komoditas diharapkan dapat mejaga daya beli masyarakat, sehingga akan berimbas positif untuk emiten ritel.
5. Memprediksi Kenaikan Angkutan Umum Usai Harga BBM Naik
Seiring meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM), Kementerian Perhubungan menyiapkan tarif baru bagi moda transportasi umum. Dari sederet moda transportasi, angkutan darat menjadi yang paling terdampak.
Setelah pemerintah mengumumkan harga baru BBM, Kementerian Perhubungan langsung mengkaji tarif penumpang ekonomi angkutan antar kota antar provinsi (AKAP). Selama ini, transportasi massa itu kerap menggunakan Solar sebagai bahan bakar.
Bahan bakar tersebut kini melonjak dari harga semula Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Bila dilihat lebih cermat, kenaikan ini mencapai 24,3 persen dari harga awal.
Selain Solar, BBM jenis Pertalite ikut merangkak dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax ikut berubah dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter. Akibatnya, pemerintah mulai menyiapkan tarif baru untuk angkutan penumpang tersebut.
Bahan bakar menjadi komponen yang cukup besar pada operasional layanan transportasi, berkisar antara 11 hingga 40 persen seiring perubahan harga BBM.