Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai risiko meningkatnya tekanan inflasi perlu diantisipasi di tengah rencana kenaikan harga BBM.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman mengatakan laju kenaikan inflasi masih berpotensi meningkat sepanjang semester II/2022.
Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga pangan dan energi, serta membaiknya permintaan di masyarakat di tengah pelonggaran PPKM.
Di samping itu, Faisal mengatakan tingkat inflasi Indeks Harga Produsen (IHP) telah berada di atas tingkat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Hal ini memberikan risiko peningkatan inflasi di sisi permintaan yang diteruskan dari inflasi di sisi supply.
“Tekanan inflasi ini terlihat akan bertahan dan meningkat ke depan, terutama setelah pemerintah memberikan sinyal untuk menaikkan harga BBM,” katanya, Kamis (1/9/2022).
Faisal mengatakan, dampak dari kenaikan harga BBM cukup besar, karena hanya berdampak pada putaran pertama pada inflasi administered price tetapi juga berdampak pada putaran kedua pada transportasi serta barang dan jasa lainnya.
Baca Juga
Dia mengatakan, jika harga Pertalite dinaikkan dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, maka akan meningkatkan inflasi sebesar 0,83 persen poin. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi berpotensi terpangkas sebesar -0,17 persen poin.
Selain itu, jika harga Solar naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp8.500 per liter, maka akan memberikan kontribusi kenaikan inflasi sebesar 0,33 persen poin dan berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar -0,07 persen poin.
“Ini berarti tingkat inflasi pada tahun 2022 bisa lebih tinggi dari perkiraan kami saat ini sebesar 4,60 persen, berpotensi menuju sekitar 6 persen,” katanya.