Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai positif rencana pemerintah untuk membuka peluang impor minyak mentah asal Rusia dengan harga lebih rendah 30 persen dari harga di pasar internasional. Meski demikian, keputusan ini akan riskan jika dihadapkan pada realitas geopolitik dimana Barat masih mengembargo Rusia.
Mamit berpendapat pembelian minyak mentah dari Rusia itu akan menekan beban subsidi energi yang sudah terlanjur lebar pada pertengahan tahun ini. Mamit berharap rencana itu nantinya dapat ikut menekan harga BBM subsidi di tengah masyarakat.
“Saya kira ini jadi peluang di tengah kenaikkan harga minyak dunia yang tinggi dan di tengah isu kenaikkan harga BBM bersubsidi. Ini bisa jadi solusi mengurangi beban APBN,” kata Mamit saat dihubungi, Minggu (21/8/2022).
Hanya saja, rencana impor itu relatif riskan dilakukan di tengah embargo yang dilakukan oleh negara-negara blok barat. Menurut dia, manuver pemerintah itu justru dapat berdampak negatif pada perdagangan Indonesia dengan blok Barat ke depan.
“Apakah Indonesia siap ketika Barat mengembargo produk-produk Indonesia karena dianggap mendukung penjahat perang, kalau pemerintah bisa hadapi ya bagus,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebutkan bakal membeli minyak mentah dari Rusia dengan harga lebih murah 30 persen dari harga yang berlaku saat ini di pasar internasional sekitar US$96.72 per barel. Pemerintah belakangan tengah menghitung peluang transaksi menggunakan mata uang Rusia, Rubel (RUB) untuk menghindari potensi sanksi yang diberikan blok Barat.
Baca Juga
Hal itu disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dalam acara CEO Mastermind 7 seperti dikutip dari akun instagram pribadinya, Minggu (21/8/2022). Sandi mengatakan Rusia telah menawarkan minyak mentah mereka ke Indonesia setelah India setuju membeli komoditas energi primer itu pada pertengahan tahun ini.
“Kalau buat teman-teman CEO mastermind ambil gak? Ambil! Pak Jokowi pikir yang sama [untuk] ambil,” kata Sandi.
Kendati demikian, Sandi mengatakan, sebagian pihak menilai negatif rencana impor minyak mentah tersebut dari Rusia. Alasannya, Indonesia berpotensi untuk menerima sanksi dari blok Barat termasuk Amerika Serikat.