Bisnis.com, JAKARTA - Dunia saat ini tengah menghadapi ancaman krisis pangan, energi dan ketidakpastian global, yang kemudian memicu terjadinya krisis ekonomi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantar melontarkan konsekuensi jika pemerintah menaikkan harga Pertalite menjadi Rp17.100 per liter.
Pasalnya, kata Jokowi, posisi pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia mengalami penurunan, tak terkecuali negara-negara maju seperti AS dan Eropa.
"Turun semuanya [ekonomi]. Singapura, Eropa, Australia semuanya. Pertumbuhan ekonominya turun tapi inflasinya naik, harga-harga barang semuanya naik. Inilah kondisi yang sangat kalau boleh saya sampaikan dunia sekarang sudah pada kondisi yang mengerikan," katanya dalam sambutannya saat menghadiri Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) 2022 di Sentul, Bogor, Jawa Barat seperti dikutip Minggu (7/8/2022).
Dia memberi contoh inflasi AS yang biasanya hanya pada posisi 1 persen pada Juni 2022 bahkan menyentuh 9,1 persen. Harga bensin di negara adidaya tersebut juga diketahui naik dua kali lipat, demikian halnya dengan negara-negara di Eropa.
Jokowi lantas mengungkapkan hal yang akan terjadi di Indonesia jika harga bensin jenis Pertalite naik menjadi Rp17.100 per liter atau sesuai dengan harga keekonomiannya.
"Coba di negara kita bayangkan. Kalau Pertalite naik dari Rp7.650 harga sekarang ini kemudian naik ke harga yang bener adalah Rp17.100 demonya berapa bulan? Naik 10 persen saja saja saya ingat demonya tiga bulan. Kalau naik sampai 100 persen lebih demonya akan berapa bulan?" tanyanya.
Baca Juga
Untuk itulah, pemerintah saat ini tengah menahan harga BBM melalui subsidi. Menurutnya, jika harga bensin naik, secara otomatis harga barang juga ikut terkerek.
Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan anggaran subsidi yang tidak kecil, yakni Rp502 triliun agar masyarakat tidak terbebani dengan kenaikan harga-harga komoditas imbas dari ketidakpastian global.
"Tidak ada negara berani memberikan subsidi sebesar yang dilakukan di Indonesia," ungkap Jokowi.