Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Celios: Anggaran Perlindungan Sosial Masih Kurang untuk Redam Inflasi

Pemerintah perlu menyangga daya beli masyarakat melalui program keluarga harapan (PKH), dengan menambah penerimanya menjadi 15 juta keluarga.
Pedagang menata barang dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang menata barang dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies atau Celios menilai bahwa kebijakan belanja subsidi dan bantuan sosial atau bansos yang ada saat ini belum cukup untuk membendung laju kenaikan inflasi. Imbasnya, inflasi berpotensi terus meningkat seperti proyeksi Bank Indonesia.

Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai bahwa anggaran perlindungan sosial pada tahun ini terbilang kurang, untuk menghadapi tekanan kenaikan inflasi dan harga komoditas. Masalahnya, bahan makanan atau volatile food menjadi komponen inflasi yang bergerak paling tinggi, yang perlu dijaga melalui perlindungan sosial.

Menurutnya, pemerintah perlu menjaga harga pangan dari berbagai sisi, yakni dari sisi hulu dengan menaikkan anggaran subsidi pupuk hingga dua kali lipat. Saat ini, disparitas harga pupuk subsidi dan non-subsidi sudah terlalu jauh sehingga anggaran perlu ditambah agar pasokannya lebih terjamin.

Lalu, Bhima menilai bahwa pemerintah harus memotong rantai distribusi. Semakin pendek rantai distribusi pangan, pengendalian harga dan pengawasannya juga lebih efektif, sehingga harga di tingkat konsumen bisa lebih terjangkau.

"Harga bahan pangan bisa bergejolak dan berdampak terhadap daya beli masyarakat rentan dan orang-orang miskin. Sekarang, kita lihat angka kemiskinan menurun, tetapi tingkat ketimpangan justru meningkat, ini indikasi bahwa perbaikan pendapatan kelas menengah dan kelas bawah belum bisa mengejar orang-orang yang kaya, kemiskinan turun tetapi belum pulih daya belinya," ujar Bhima kepada Bisnis pada Kamis (21/7/2022) malam.

Menurutnya pemerintah perlu menyangga daya beli masyarakat melalui program keluarga harapan (PKH), dengan menambah penerimanya menjadi 15 juta keluarga, dari sebelumnya 10 juta keluarga. Hal itu tentu harus dibarengi dengan perbaikan data, sehingga penyalurannya bisa lebih tepat sasaran.

"Pencairannya juga dilakukan dengan lebih cepat, jadi tidak menuruti siklus anggaran di mana biasanya realisasi ditumpuk di akhir tahun," kata Bhima.

Menurut Bhima, gejolak harga energi memang masih mampu ditahan oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi bergantung kepada seberapa lama bantalan itu bisa tersedia. Sementara itu gejolak harga makanan masih sulit untuk ditangani, sehingga perlu bantalan yang sangat kuat dari kenaikan anggaran perlindungan sosial.

"Untuk melindungi [masyarakat] dari inflasi perlu disiapkan dari sisi kesempatan kerja dan tambahan penghasilan masyarakat, kuncinya pada UMKM. Makanya pemerintah tetap harus melanjutkan program-program stimulus untuk UMKM, melalui penyaluran KUR yang lebih banyak, dengan suku bunga tetap," kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper