Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diprediksi tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada rekor rendah 3,5 persen, yang akan diumumkan pada Rapat Dewan Gubernur hari ini, Kamis (21/7/2022).
BI memilih untuk tetap pada jalur dovish yang ditinggalkan oleh sebagian besar bank sentral dunia, di tengah memburuknya inflasi dan melemahnya nilai mata uang.
Dua puluh dua dari 36 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg pada Kamis (20/7/2022), BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan tidak berubah pada 3,5 persen. Namun, beberapa ekonom memprediksi suku bunga acuan akan naik 25 basis poin.
Jika hal ini terjadi, keputusan BI akan memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu dari sedikit negara yang menerapkan kebijakan pelonggaran suku bunga. Pasalnya, inflasi tinggi selama beberapa dekade di negara maju dari AS hingga Inggris meningkatkan kasus untuk pengetatan yang lebih agresif di sana.
Banyak bank sentral di Asia memperketat kebijakan moneter untuk mempertahankan mata uang mereka dari biaya pinjaman Amerika Serikat yang lebih tinggi dan efek penguatan dolar AS. Namun, BI sejauh ini telah mengambil kenyamanan dari rupiah yang relatif tangguh dan kenaikan harga yang relatif rendah.
Yang pasti, BI telah mulai mengurangi insentif terkait pandemi Covid-19, sambil mempertahankan bahwa kenaikan suku bunga akan menjadi upaya terakhir karena berupaya mendukung pemulihan ekonomi.
Baca Juga
Berikut poin-poin yang perlu diketahui jelang hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang akan berlangsung hari ini, Kamis (21/7/2022).
1. Perubahan Sikap BI
Gubernur Perry Warjiyo mengatakan bank sentral akan mengawasi ketat untuk sinyal ke depan, terutama mengingat bahwa pengetatan oleh bank sentral regional akan membuat imbal hasil mereka lebih menarik bagi investor saat dan ketika kembali ke aset berisiko.
“Panduan kebijakan kemungkinan akan diteliti untuk tanda-tanda perubahan sikap yang akan datang,” kata Radhika Rao, ekonom di DBS Bank Ltd. seperti dikutip Bloomberg, Kamis (21/7/2022).
Sehari sebelumnya, Radhika memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga acuan. Meskipun ada sedikit urgensi bagi BI untuk mencerminkan kecepatan atau kuantum kenaikan suku bunga oleh beberapa rekan ASEAN
"Suku bunga acuan kemungkinan akan disesuaikan secara bertahap pada Agustus-September 2022,” katanya.
2. Prospek Inflasi
Harga makanan dan energi yang lebih tinggi membuat inflasi Indonesia melewati target bank sentral 2-4 persen, yaitu 4,35 persen pada Juni 2022.
Perry Warjiyo menyatakan bahwa dia nyaman dengan level ini karena lonjakan didorong oleh pasokan. BI justru mengawasi inflasi inti, yang menghapus bahan makanan dan bahan bakar (BBM) yang dan mencapai 2,6 persen bulan lalu.
Ekonom Maybank Investment Banking Group Lee Ju Ye memprediksi inflasi inti kemungkinan akan meningkat pada paruh kedua tahun ini.
"Harga produsen meningkat pada kecepatan yang lebih cepat, menunjukkan bahwa efek putaran kedua dapat meningkat karena lebih banyak biaya yang dibebankan kepada konsumen," katanya.
3. Tekanan Rupiah
Rupiah merupakan salah satu mata uang yang paling stabil di Asia, dengan penurunan 4,95 perse (year-to-date/ytd). Sementara itu, mata uang tetangga seperti Thailand dan Filipina telah tenggelam sekitar 9 persen atau lebih.
Surplus neraca perdagangan yang melebar yang didukung oleh penerimaan ekspor komoditas telah membantu menstabilkan mata uang rupiah.
Mungkin ada lebih banyak tekanan sell-off yang akan datang meskipun dengan pengetatan agresif di AS dan sekarang zona euro. Hal tersebut bisa membebani cadangan devisa Indonesia lagi. BI berjanji tidak hanya untuk memperlancar volatilitas, tetapi untuk mempertahankan mata uang untuk meredam inflasi impor.
4. Alat Likuiditas
Semua mata akan tertuju pada pergerakan pasar uang Bank Indonesia, setelah mulai menjual sebagian kepemilikan obligasi atau surat berharga negara (SBN) pada 18 Juli 2022. Ini merupakan langkah pertama yang dilakukan BI selama siklus kebijakan ini berlangsung.
Perry Warjiyo telah mengisyaratkan bank akan terlebih dahulu menyerap kelebihan likuiditas melalui giro wajib minimum (GWM) dan operasi moneter.
"Penjualan SBN mungkin menjadi isyarat bahwa otoritas bergerak satu langkah lebih jauh dalam rencana pengetatannya dan bahwa kenaikan suku bunga mungkin akan segera terjadi," ujar David Sumual, ekonom di PT Bank Central Asia Tbk. (BCA).