Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik mencatat penurunan laju kemiskinan perkotaan lebih lambat dibandingkan pedesaan akibat melonjaknya harga energi seperti liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram serta sejumlah bahan makanan.
Adapun, tingkat kemiskinan di perkotaan pada Maret 2022 adalah 7,5 persen. Kondisinya memang membaik dari titik tertinggi pada Maret 2021 yakni 7,89 persen dan September 2021 di 7,6 persen.
Meskipun begitu, tingkat kemiskinan di perkotaan pada September 2021 atau sebelum pandemi Covid-19 adalah 6,56 persen. Masih terdapat selisih hingga 0,94 persen dari kondisi sebelum pandemi Covid-19.
Sementara di pedesaan pada periode yang sama, tingkat kemiskinan mencapai 12,29 persen, lebih rendah dari posisi September 2021 di 12,53 persen. Capaian tertinggi terjadi pada September 2020 yakni 13,2 persen.
Tingkat kemiskinan di pedesaan pada September 2019 berada di 12,6 persen. Artinya, kondisi pedesaan pada Maret 2022 sudah lebih baik dari tingkat kemiskinan per September 2019 atau sebelum pandemi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menjelaskan kenaikan harga sejumlah barang kosumsi tercermin dari Indeks harga konsumen (IHK) yang meningkat sejak awal tahun dan pada Juni 2022 naik menjadi 5,2 persen, lalu indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) naik 4,35 persen.
Baca Juga
Kondisi itu mengerek batas kemiskinan, sehingga berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), garis kemiskinan pada Maret 2022 berada di Rp505.469 per kapita per bulan. Angka itu naik 3,97 persen dari posisi September 2021.
Margo menyebut bahwa kenaikan harga bahan makanan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya garis kemiskinan, karena porsinya mencapai 74,08 persen. Sementara itu, 25,92 persen lainnya berasal dari komoditas bukan makanan.
"Perubahan harga, terutama untuk barang-barang yang banyak dikonsumsi penduduk miskin, memengaruhi kenaikan garis kemiskinan," ujar Margo dalam rilis berita resmi statistik, Jumat (15/7/2022).
Komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga di antaranya adalah telur ayam ras, minyak goreng curah, bawang putih, daging ayam ras, rokok kretek filter, dan beras. Kenaikan tertinggi terjadi pada telur ayam ras yang harganya menjadi Rp24.500 per kilogram pada Maret 2022, naik 31,5 persen dari posisi September 2021.
Minyak goreng curah memang sempat melambung tingggi harganya pada Januari 2022, tetapi ketika Susenas berlangsung pada Maret 2022 harganya sudah menjadi Rp17.300, sehingga kenaikannya hanya 10,3 persen dari posisi September 2021.
Margo menjelaskan bahwa komoditas non pangan yang paling berpengaruh terhadap kenaikan garis kemiskinan adalah LPG 3 kilogram. Pada Maret 2022, harganya mencapai Rp20.500 atau naik 7,9 persen dari posisi September 2022.
"Yang paling banyak berpengaruh adalah kenaikan LPG 3 kilogram," kata Margo.
Meskipun batas kemiskinan naik, berdasarkan perhitungan BPS, tingkat kemiskinan justru mencatatkan tren penurunan. Pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari total penduduk Indonesia.
Jika dilihat dari lokasinya, di pedesaan dan perkotaan, terdapat tren yang serupa bahwa tingkat kemiskinan sudah menurun dari Maret 2020, saat pandemi Covid-19 mulai merebak. Namun, penurunan tingkat kemiskinan di desa ternyata lebih mulus.
"Tingkat kemiskinan di pedesaan sudah di bawah kondisi pandemi Covid-19," kata Margo.