Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Obligasi Terbatas, Beban Surat Utang Korporasi Melandai

Penurunan beban utang korporasi global ini terjadi di tengah meningkatnya biaya serta pembatasan penerbitan menyusul kekhawatiran resesi.
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Beban utang korporasi global menurun untuk pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir di tengah melonjaknya ongkos pembiayaan dan pembatasan penerbitan obligasi menyusul kekhawatiran resesi.

Dilansir Bloomberg pada Rabu (6/7/2022), indeks obligasi korporasi dari perusahaan pengelola aset Janus Henderson menunjukkan penurunan nilai utang bersih hampir 2 persen pada Maret 2022 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini merupakan penurunan terdalam sejak tahun 2014.

Manajer aset memperkirakan bahwa beban utang korporasi global senilai US$8,15 triliun atau Rp122 kuadriliun diperkirakan menyusut US$270 miliar Rp4 kuadriliun hingga Maret 2023, berdasarkan tingkat utang yang jatuh tempo dan perkiraan untuk penerbitannya.

Penurunan tersebut menggarisbawahi kurangnya pasokan surat utang karena melonjaknya biaya kredit baru, yang dipicu oleh upaya bank sentral melawan inflasi.

Janus Henderson menyatakan perusahaan biasanya merespons kejutan pandemi Covid-19 dengan memperpanjang jatuh tempo saat suku bunga masih rendah. Hal ini membuat mereka dapat menunggu di saat volatilitas pasar sedang tinggi.

Manajer portofolio Janus Henderson Tom Ross berpandangan bahwa kurangnya penerbitan obligasi ini adalah fungsi dari banyak perusahaan yang telah melakukan hal yang benar dan tidak terlalu memaksakan diri ketika mereka bisa melakukannya.

“Terus terang, ada tembok pembiayaan kembali yang sangat rendah mengingat jumlah obligor jatuh tempo yang harus dibayarkan di tahun-tahun mendatang,” kata Tom seperti dilansir Bloomberg, Rabu (6/7/2022).

Berdasarkan data Bloomberg, korporasi di negara maju membayar lebih dari US$2 triliun surat utang berdenominasi dolar, euro, dan poundsterling setiap tahun dalam tiga tahun terakhir.

Surat utang yang jatuh tempo pada 2023 dan 2024 berjumlah sekitar US$1,5 triliun dan mendekati angka US$2 triliun pada 2026.

 

Obligasi Mahal

Kurangnya penjualan paksa surat utang baru telah melindungi perusahaan dari biaya refinancing tertinggi sejak 2009. Imbal hasil obligasi tingkat tinggi global berada 125 basis poin di atas kupon normal.

Imbal hasil diindikasikan lebih rendah dari kupon pada Maret, sebelum kombinasi inflasi tinggi, meningkatnya kekhawatiran resesi di negara maju, dan dampak seismik dari invasi Rusia ke Ukraina yang memicu kenaikan bersejarah dalam biaya pendanaan perusahaan.

Sementara itu, bank telah memangkas perkiraan pasokan surat utang baru. Terbaru, UniCredit memangkas proyeksi obligasi sampah (junk bond) berdenominasi euro dari perusahaan yang memenuhi syarat indeks iBoxx di 35-40 miliar euro atau Rp539,5 - 616,6 triliun (dengan Kurs Rp15,416), turun dari 50-60 miliar euro atau Rp770,8 - 924,9 triliun.

“Meskipun kami mengharapkan pasokan untuk lanjut menguat depan, jumlah ini akan terbatas secara historis, mengingat permintaan investasi dan pendanaan merger dan akuisisi yang lebih rendah,” tulis analis Michael Teig dan Stefan Kolek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper