Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Penerimaan Pajak Ditopang Komoditas, Perlambatan Mengintai

Kenaikan harga komoditas bersifat siklikal atau berlaku dalam periode tertentu—meskipun saat ini sangat terdampak oleh invasi Rusia ke Ukraina
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA menilai bahwa terdapat potensi perlambatan penerimaan pajak beberapa waktu ke depan karena kinerja sejauh ini tertopang oleh kenaikan harga komoditas. Pemerintah perlu melakukan langkah antisipasi agar penerimaan pajak tetap optimal.

Manajer Riset CITA Fajry Akbar menjelaskan bahwa kenaikan harga komoditas bersifat siklikal atau berlaku dalam periode tertentu—meskipun saat ini sangat terdampak oleh invasi Rusia vs Ukraina. Menurutnya, tingginya harga komoditas bukan karena faktor struktural yang akan bertahan lama.

"Jadinya, harga komoditas akan memberikan dampak sementara terhadap penerimaan pajak," ujar Fajry kepada Bisnis, Rabu (23/6/2022) malam.

Pada Januari—Mei 2022, penerimaan pajak tercatat mencapai Rp705,8 triliun atau tumbuh 53,58 persen (year-on-year/YoY). Realisasi itu membuat penerimaan pajak telah mencapai 55,8 dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini.

Pemerintah meraup pajak penghasilan (PPh) non migas hingga Rp418,7 triliun, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp247,8 triliun, serta PPh migas Rp36,04 triliun. Perolehan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya tercatat Rp3,26 triliun.

PPh Non Migas mencatatkan pertumbuhan yang pesat, sehingga realisasinya terhadap target menjadi yang tertinggi dari golongan pajak lainnya, yakni mencapai 66,09 persen. Menurut Fajry, hal tersebut menggambarkan tingginya pengaruh harga komoditas—yang hanya sementara—terhadap penerimaan negara.

"Makanya, dari Agustus sampai September nanti pertumbuhannya secara tahun ke tahun akan melambat. Perlu antisipasi," kata Fajry.

Dia pun menyebut bahwa tingginya kinerja penerimaan pajak tak lepas dari pemberlakuan program pengungkapan sukarela (PPS) hingga 30 Juni 2022. Para peserta PPS mengungkapkan hartanya sembari membayar pajak penghasilan (PPh) kepada pemerintah, meskipun terbebas dari denda pajak.

"Di samping itu, masih ada low base effect, Juni tahun lalu hanya tumbuh 4,89 persen," kata Fajry.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun tak memungkiri bahwa tingginya penerimaan pajak terjadi karena kenaikan harga komoditas. Namun, dia menyebut bahwa aktivitas konsumsi, investasi, dan pencabutan berbagai insentif pajak turut andil dalam kenaikan penerimaan hingga saat ini.

"Kinerja pajak pada Januari—Mei ini yang sudah jelas terlihat didorong oleh kenaikan harga komoditas, tetapi ini tidak semuanya menjelaskan. Kalau kita lihat penerimaan pajak juga dikontribusikan oleh pemulihan ekonomi" kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (23/6/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper