Bisnis.com, JAKARTA - Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menilai pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) yang dinyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan lalu terlalu terburu-buru dan mengesankan kebijakan yang inkonsisten.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho mengatakan iklim kebijakan seperti itu yang berbahaya bagi investasi dan penghiliran industri.
"Ada perubahan yang terlalu cepat dari DM [Domestic Market Obligation], berubah ke kenaikan pungutan ekspor, sekarang berubah ke pelarangan ekspor. Untuk industri, ini ketidakpastian regulasi akan membuat industri agak was-was," kata Andry kepada Bisnis, Senin (25/4/2022).
Hal itu juga akan berdampak pada upaya penghiliran yang digalakkan pemerintah sejauh ini. Misalnya penghiliran di sektor oleokimia yang akan terganjal kebijakan di hulu yang terkesan ugal-ugalan.
Menurut Andry, masih sedikit insentif yang ditawarkan pemerintah untuk upaya penghiliran kelapa sawit. Sektor yang paling menarik yakni biodiesel dengan subsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Kalau semua diarahkan ke biodiesel, akan ada tarik-tarikan untuk kebutuhan lain, salah satunya minyak goreng," ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, pelarangan ekspor CPO akan dimulai pada 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian. Saat ini aturan teknis tengah disusun di antara kementerian dan lembaga.