Bisnis.com, JAKARTA - Banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan industri asuransi jiwa, seiring dengan masih minimnya penetrasi asuransi di Indonesia. Belum lagi persoalan penetrasi selesai, industri asuransi jiwa juga digempur persoalan sengketa dengan nasabah terkait produk unit-linked. Kondisi tersebut bisa menambah jalan panjang asuransi jiwa menuju target penetrasi yang ditargetkan.
Selain membahas soal tantangan yang harus dihadapi industri asuransi jiwa di Tanah Air, sejumlah berita pilihan yang dikemas secara analitis dan lebih mendalam tersaji di Bisnisindonesia.id.
Berikut pilihan berita dari redaksi Bisnisindonesia.id yang dikemas dalam Top 5 News edisi Sabtu (23/4/2022) untuk Anda.
1. Jalan Panjang Penetrasi Asuransi Jiwa RI Menuju Selevel Asean
Ambisi untuk memenuhi penetrasi asuransi jiwa dari pelaku usaha memang tetap ada, meskipun hal tersebut bukan persoalan yang mudah. Kepercayaan masyarakat terhadap asuransi jiwa juga masih diuji.
Menengok data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat penetrasi asuransi jiwa di Indonesia terhitung paling minim di antara negara Asia Tenggara. Penetrasi tersebut baru menyentuh 1,9 persen. Jika dibandingkan dengan beberapa negara Asean masih jauh. Misalnya saja di Singapura penetrasi asuransi mencapai 9,5 persen, Thailand 5,5 persen, Malaysia 5,4 persen, dan Vietnam 2,3 persen.
Baca Juga
2. Amunisi Greenshoe Option Hampir Habis, Saham GOTO Terancam Jatuh
Tekanan jual investor atas saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. makin menjadi-jadi. Baru dua pekan saham emiten teknologi ini listing di Bursa Efek Indonesia, alokasi opsi greenshoe untuk menstabilkan harganya di atas level harga initial public offering (IPO) sudah hampir terpakai seluruhnya.
Seperti diketahui, emiten dengan kode saham GOTO ini menggunakan skema penjatahan lebih saat melakukan penawaran umum sahamnya. Dana yang diperoleh dari penjatahan lebih itu akan digunakan untuk menstabilkan harga sahamnya di pasar sekunder. Skema ini dikenal dengan greenshoe option.
Perseroan memberikan penjatahan lebih sebanyak 6,09 miliar saham saat IPO. Artinya, investor yang tidak mendapatkan saham GOTO saat penawaran umum diberi kesempatan untuk tetap memiliki saham GOTO di harga IPO, tetapi bukan di pasar primer melainkan di pasar sekunder.
3. Moratorium Ekspor CPO Lagi, RI Siap Dapat Serangan Balasan?
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020)./Antara-Muhammad Bagus Khoirunas
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) berisiko menjadi bumerang bagi industri di dalam negeri dan tidak akan efektif menyelesaikan akar masalah sengkarut stok dan harga minyak goreng.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat keputusan drastis Kepala Negara tidak ubahnya mengulangi kesalahan pemerintah dalam melarang ekspor batu bara pada Januari 2022.
Kondisi pasok batu bara ke industri tidak dapat dituntaskan hanya dengan pelarangan ekspor sehingga kebijakan tersebut akhirnya dicabut meski baru seumur jagung. Kondisi yang sama terjadi pada kasus minyak goreng.
4. Berbagi Ilmu Kelola Pangan dengan Singapura
Pengelolaan rantai pasok produk pangan dan pemasarannya pada era digital dewasa ini telah bergeser lebih banyak memanfaatkan kemajuan teknologi.
Karena itu penting untuk berbagi pengalaman dan pola pengelolaan produk pangan seperti dirintis Provinsi Kepulauan Riau yang menggandeng entitas asal Singapura dan didukung Kedutaan Besar RI di negeri jiran tersebut.
Kesepakatan kerja sama (memorandum of intent/MoI) itu penting karena mencakup pengembangan teknologi pangan, manajemen pangan, dan rantai pasok.
5. Berharap BI Tak Harus Naikkan Suku Bunga untuk Tangkis Inflasi
Bank Indonesia memilih menahan suku bunga di posisi 3,5 daripada menaikkannya. Pihak Bank Indonesia punya alasan tersendiri mengapa menahan suku bunga di saat bank sentral di negara lain menaikannya. Muncul perkiraan yang menyebutkan BI baru akan menaikkan suku bunga pada semester depan.
Meski demikian, pihak BI menegaskan bahwa penaikan suku bunga menjadi jalan terakhir yang akan ditempuh jika kondisi memaksa hal itu harus dilakukan.
Bank sentral negara maju yang mulai menaikkan suku bunganya antara lain Korea Selatan dan Kanada. Sementara itu, bank sentral AS, the Fed diperkirakan akan lebih agresif. Pasar membaca adanya kenaikan 50 basis poin dalam FOMC meeting awal Mei mendatang.