Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyatakan bahwa terdapat kemungkinan penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis mundur menjadi tahun depan. Namun peluang kebijakannya berlaku tahun ini, bergantung pada kondisi ekonomi Tanah Air.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa, Rabu (20/4/2022). Dia menyampaikan bahwa rencana penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis masih dalam pembahasan.
Menurutnya, pemerintah memantau kondisi ekonomi dalam memberlakukan kebijakan tersebut. Perlu adanya keseimbangan antara kebijakan mendorong ekonomi serta kondisi pelaku usaha dan masyarakat.
"Tampaknya perkembangan sampai saat ini memang ada kemungkinan kebijakan plastik dan minuman berpemanis, kemungkinan kita bawa ke 2023," ujar Askolani pada Rabu (20/4/2022).
Meskipun begitu, dia menyatakan bahwa pemerintah akan memantau kondisi sepanjang 2022. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan adanya kebijakan bea cukai yang berlaku pada tahun ini jika kondisi memungkinkan, termasuk penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis.
"Kita akan kita pantau pada 2022 ini sampai akhir tahun, paling tidak kita prioritaskan selesaikan regulasi yang kita lakukan di lintas kementerian lembaga. Kita lihat sampai akhir tahun," ujar Askolani.
Baca Juga
Wacana penerapan cukai untuk plastik dan minuman berpemanis sudah bergulir cukup lama. Pada 2021 pemerintah memutuskan untuk menundanya hingga 2022 karena alasan ekonomi, yakni penerapan cukai itu akan menambah biaya produksi cukai dan minuman berpemanis, juga berpotensi membebani konsumen.
Di sisi lain, penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis sangat krusial untuk mengontrol tingkat konsumsinya. Penggunaan plastik menjadi ancaman serius bagi lingkungan karena tidak seimbangnya konsumsi dan daur ulang, sementara konsumsi minuman berpemanis meningkatkan risiko kesehatan masyarakat, terutama terkait penyakit diabetes.