Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Direktur World Bank Mari Elka Pangestu Ingatkan Krisis Pangan Akibat Perang Rusia Ukraina

Ukraina dan Rusia menyumbang lebih dari seperempat penjualan gandum tahunan dunia.
Pemandangan menunjukkan konvoi pasukan pro-Rusia saat konflik Ukraina-Rusia di luar kota Volnovakha yang dikuasai separatis di wilayah Donetsk, Ukraina, Sabtu (12/3/2022). /Antara-Reuters
Pemandangan menunjukkan konvoi pasukan pro-Rusia saat konflik Ukraina-Rusia di luar kota Volnovakha yang dikuasai separatis di wilayah Donetsk, Ukraina, Sabtu (12/3/2022). /Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Pelaksana, Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan World Bank Mari Elka Pangestu yang kini menjabat di Bank Dunia mengungkapkan perang antara dua negara penghasil gandum terbesar di dunia, Rusia dan Ukraina, menghidupkan sinyal kewaspadaan terhadap krisis pangan.

Ukraina dan Rusia menyumbang lebih dari seperempat penjualan gandum tahunan dunia. Peperangan di antara keduanya otomatis melambungkan harga pangan di tengah pandemi, iklim ekstrem, devaluasi mata uang, dan kendala fiskal.

Namun, harga pangan global dan domestik sudah sangat tinggi bahkan sebelum perang pecah. Kenaikan harga pupuk juga diperkirakan akan memperburuk proyeksi pada musim panen selanjutnya.

"Kemungkinan kita berhasil mengelola gejolak harga pangan dan keluar dari krisis baru ini tergantung pada kebijakan nasional dan kerja sama global," ujar Mari seperti dikutip dari situs resminya.

Mari menegaskan pentingnya antisipasi krisis pangan agar kejadian pada 2007–2008 tidak terulang. Saat itu, kenaikan harga pangan didorong oleh harga minyak yang tinggi.

Negara besar penghasil makanan malah menutup ekspor karena khawatir pada pasokan dalam negerinya. Kebijakan itu malah semakin membuat harga pangan melonjak dan catatan malnutrisi pada anak-anak meningkat.

Namun, pandemi Covid-19 telah memberikan ruang belajar bagi dunia internasional untuk berkolaborasi sehingga disrupsi pada rantai pasok pangan dapat diminimalisir.

Mari menggarisbawahi pentingnya transformasi pada sistem pangan agar bisa menyelamatkan negara berpenghasilan rendah dari krisis pangan.

Dalam jangka panjang, pemerintah, bisnis swasta, dan kemitraan internasional perlu bekerja menuju sistem produksi yang lebih produktif agar memastikan ketahanan pangan dan gizi dalam menghadapi peningkatan risiko iklim, konflik, dan ekonomi.

Selain itu, Mari juga mengungkapkan pentingnya keterbukaan perdagangan antar negara.

Anggota G7 telah berkomitmen untuk membuka pasar pangan dan pertaniannya serta menghindari pembatasan yang tidak dapat dibenarkan atas ekspor mereka.

Pemerintah di negara-negara juga perlu memperluas program perlindungan yang ditargetkan untuk masyarakat rentan.

"Tidak hanya ketersediaan pangan, tetapi keterjangkauan harga pangan menjadi perhatian utama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah," kata Mari.

Tak hanya langsung kepada konsumen, pemerintah di setiap negara perlu menghapus hambatan perdagangan, berfokus pada penggunaan pupuk yang lebih efisien dan mengubah kebijakan agar membantu menjaga produksi pangan 6 bulan dari sekarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper