Bisnis.com, PELALAWAN – Pemerintah pusat menargetkan investasi yang masuk ke Provinsi Riau sebesar Rp63 triliun. Capaian tersebut tinggal setengahnya setelah ada kucuran modal fasilitas kertas kemasan (paper board) berkelanjutan yang dilakukan Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) Group
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan bahwa angka tersebut naik sampai 25 persen dibandingkan tahun lalu. Hal ini karena investasi yang masuk di wilayahnya mencapai Rp53,68 triliun dari yang harus dikejar Rp49,1 triliun.
Tak heran sumbangan kucuran modal terbesar di pulau Sumatra berasal dari Riau. Untuk skala nasional, ada di posisi 5 setelah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Banten.
"Investasi tinggi ini termasuk sumbangan APRIL Grup yang terbesar," katanya pada peninjauan tahap awal investasi di Pangkalan Kerinci, Riau, Selasa (29/3/2022).
Syam menjelaskan bahwa investasi dari APRIL juga menurunkan tingkat lapangan kerja terbuka. Berdasarkan catatannya, dari angkanya 6 persen lebih pada 2020 menjadi 4 persen tahun ini.
Tahun ini APRIL merealisasikan investasinya untuk paper board berkelanjutan ini sebesar Rp33,4 triliun. Ini membuat target Riau mendapat kucuran modal Rp63 triliun sudah berkurang setengahnya.
"Kami berharap dengan berhasil menciptakan investasi tentu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Riau. Dalam 5 tahun ini tidak pernah ekonomi Riau mencapai 3 persen lebih. Tapi pada 2021 kita mencapai 3,31persen," jelasnya.
Konstruksi pabrik paper board ditargetkan rampung pada kuartal III/2023. Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper, unit usaha APRIL Group Sihol Aritonang sumber pendapatan tidak sepenuhnya murni milik perusahaan.
Sebagian ada yang didapat dari hasil pinjaman. Mereka bisa mendapat kucuran yang cukup besar karena APRIL telah dipercaya.
Paper board sendiri diakui Sihol masih memiliki potensi yang cukup besar. Dia mencatat penggunaannya di Indonesia sekitar 7 kg per kapita dalam setahun.
Di Tiongkok, angkanya mencapai 8 kg. Sedangkan Jepang lebih tinggi lagi, yaitu 16 kg per kapita dalam setahun.
"Potensi untuk ekspor ada. Di dalam negeri ada karena kita masih rendah konsumsi per kapita," jelasnya.