Bisnis.com, JAKARTA — Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut Pertamax berkontribusi sebesar 13 perser terhadap total bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Mayoritas bensin ini digunakan oleh masyarakat kelas atas.
Oleh karena itu Arya sepakat jika PT Pertamina (Persero) menghitung ulang harga BBM jenis Pertamax agar sesuai dengan nilai keekonomian saat ini, yakni sekitar Rp16.000.
“Dan Pertamax ini kan sudah jauh sekali keekonomiannya harganya ya yang dibuat Pertamina. Sekarang Rp9.000-an, tapi harga keenomian yang dibuat Kementerian ESDM sampai Rp16.000,” ujar Arya dalam keterangannya lewat video kepada media, Selasa (29/3/2022).
Dia merasa tidak relevan bila Pertamina mempertahankan harga seperti saat ini dan kemudian harus memberikan subsidi untuk Pertamax. Pasalnya bensin ini lazimnya digunakan untuk mobil mewah.
"Lucu juga Pertamina harus subsidi mobil mewah tersebut,” lanjut Arya.
Menurut Arya, Pertamax itu adalah BBM yang sebenarnya tidak disubsidi oleh pemerintah atau Pertamina. Dia mengaku sudah lama mendapat masukan jika harga Pertamax terlalu murah.
“Saya banyak sekali masukan dari pengamat-pengamat dan sebagainya. Dan Pertamax in ikan sudah jauh sekali keekonomiannya harganya ya yang dibuat Pertamina.”
Selain itu, dia menilai banyak tekanan juga dari operator lain yang menjual RON 92 seperti Pertamax dengan harga yang lebih mahal. “Seakan-akan Pertamina banting harga jadi gak sehat juga dengan operator lain. Kita tau operator lain menjual Rp14.000-an lebih. Masa Pertamina seperti yayasan sih yang menyumbang-nyumbang mobil mewah untuk dapat harga pertamax murah,” jelas Arya.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati meminta dukungan kepada Komisi VI DPR RI agar pihaknya dapat segera diizinkan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi jenis RON 92 atau Pertamax.
Pasalnya, harga jual Pertamax yang dijual Pertamina kini sudah jauh dari nilai keekonomian.
"Hari ini Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi mungkin dukungan untuk Pertamax diperlukan," kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).