Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengkhawatirkan belum terbentuknya bursa perdagangan aset kripto bakal berdampak negatif bagi masyarakat seiring dengan laju transaksi aset itu yang terbilang cepat pada 2021.
“Perkembangan transaksi kripto sangat cepat, tetapi kalau belum ada bursa maka belum ada lembaga kliring dan penjamin untuk menjamin agar platform tempat jual beli aset kripto itu bisa memenuhi kewajibannya,” kata Bhima kepada Bisnis, Kamis (24/3/2022).
Bhima mengatakan belum terbentuknya bursa untuk perdagangan aset kripto itu bakal berisiko tinggi bagi investor. Lantaran, kegiatan transaksi itu tidak memiliki jaminan dari lembaga kliring dan penjamin.
Pasalnya, kata dia, investor akan mengalami kerugian ketika platform tersebut lari atau bangkrut dan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
"Sementara ada deposit atau dana dari investor kripto di sana ini akan susah karena belum ada regulasi juga terkait dengan masalah ketika terjadi penutupan platform,” tuturnya.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat nilai transaksi aset kripto hingga 2021 sudah menembus di angka Rp859,4 triliun atau naik 1.222,84 persen dari torehan 2020 yang berada di posisi Rp64,9 triliun.
Sementara itu, nilai transaksi aset kripto yang cukup tinggi tersebut turut diikuti dengan pertumbuhan jumlah pelanggan yang mencapai 11,2 juta orang pada akhir 2021.
“Banyak dipakai di berbagai sektor tetapi sekaligus menimbulkan risiko ketika dana masyarakat sampai Rp859,4 triliun itu mengalir ke aset kripto itu tidak ada kapasitas untuk melakukan investasi secara riil misalnya pembiayaan UMKM, industrialisasi di dalam negeri karena kripto tidak berkorelasi dengan sektor riil,” kata Bhima.
Sebelumnya, pelaksana tugas Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan nilai transaksi aset kripto yang cukup tinggi itu turut diikuti dengan pertumbuhan jumlah pelanggan yang mencapai 11,2 juta orang pada akhir 2021.
“Peningkatan transaksi mencapai puncaknya pada bulan April dan Mei 2021, untuk Februari 2022 transaksi aset kripto sudah mencapai Rp83,8 triliun dengan jumlah pelanggan Rp12,4 juta atau bertambah 532.102 orang,” kata Wisnu saat rapat dengar pendapat bersama dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Kendati demikian, Wisnu mengakui, kelembagaan perdagangan aset kripto di dalam negeri yang terdiri dari Bursa Aset Kripto, Kliring Berjangka, Pengelola Tempat Penyimpanan atau Kustodian hingga Pedagang Fisik Aset Kripto belum ada secara keseluruhan.
“Saat ini entitas yang sudah ada yaitu calon pedagang aset kripto di mana sudah ada 18 calon pedagang fisik aset kripto yang terdaftar di Bappebti namun ada satu perusahaan yang dibekukan Bappebti karena tidak memenuhi kewajiban,” kata dia.