Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI Paparkan 3 Risiko yang Hambat Pemulihan Ekonomi Global

Bos BI Perry Warjiyo memaparkan 3 risiko yang hambat pemulihan ekonomi global pada 2022.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan 3 risiko yang akan menghambat pemulihan ekonomi global pada tahun ini.

Pertama, yaitu tantangan normalisasi kebijakan moneter di negara maju yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Kenaikan suku bunga acuan, misalnya telah dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada bulan ini sebesar 25 basis poin dan diperkirakan akan ada enam kali lagi kenaikan suku bunga acuan oleh the Fed.

“Ini berdampak pada kenaikan suku bunga global dan juga persepsi risiko di global dan mempersulit negara berkembang untuk bisa pulih karena harus mengatasi dampak dari rambatan global, ketidakpastian, dan kenaikan suku bunga itu terhadap arus modal ke negara-negara berkembang,” katanya dalam video conference, Senin (21/3/2022).

Tantangan kedua, yaitu mengatasi scarring effect atau luka memar dari pandemi Covid-19, tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara berkembang.

Di samping penyaluran kredit yang perlu didorong, perry mengatakan, reformasi dan transformasi struktural perlu dilakukan di sektor riil untuk bisa mendorong pemulihan, daya saing, dan produktivitas dari dunia usaha.

“Itulah isu yang lebih fundamental, jangka panjang, untuk bisa lebih kuat mengatasi scarring effect, termasuk di dalamnya adalah bagaimana transisi ke ekonomi yang lebih hijau dan keuangan yang lebih sustainable,” tuturnya.

Ketiga, yaitu meningkatnya eskalasi geopolitik Rusia dan Ukraina yang dikhawatirkan akan menghambat pemulihan ekonomi global.

Dia menilai dampak yang sudah terlihat dari ketegangan politik tersebut adalah naiknya harga komoditas energi dan pangan. Kenaikan harga tersebut dikhawatirkan pula akan mendorong kenaikan inflasi secara global, termasuk di dalam negeri.

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan bisa lebih rendah dari angka proyeksi BI pada 2022 sebesar 4,4 persen. Pasalnya, ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina juga mengganggu mata rantai perdagangan global, yang berpengaruh pada pasokan, distribusi, dan volume perdagangan global.

“Tidak hanya berpengaruh terhadap persepsi global, sekarang banyak investor global kembali untuk memegang safe haven asset yang tentu saja berisiko rendah dan mereka juga menarik aliran modalnya dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia dan bisa berdampak terhadap stabilitas eksternal dan nilai tukar,” kata Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper