Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom BCA Nilai RPIM untuk UMKM Harus Lebih Spesifik

RPIM yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menurut Ekonom BCA sudah terukur dan diperhitungkan. Kendati demikian, RPIM untuk UMKM perlu lebih spesifik.
Ilustras- Pelaku UMKM memanfaatkan marketplace. /Bisnis-Dinda Wulandari
Ilustras- Pelaku UMKM memanfaatkan marketplace. /Bisnis-Dinda Wulandari

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai langkah-langkah yang diambil Bank Indonesia (BI) sudah terukur dan diperhitungkan, dari sisi Giro Wajib Minimum (GWM), Rasio Pembiayaan  Inklusif Makroprudensial (RPIM) dan upaya-upaya stabilisasi lainnya.

Akan tetapi, menurut David masih ada yang perlu dipertajam yaitu rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM). Sebagai informasi, RPIM adalah rasio yang menggambarkan porsi pembiayaan inklusif bank dengan formula perhitungan membandingkan antara hasil pengurangan nilai pembiayaan inklusif dengan nilai sertifikat deposito pembiayaan inklusif terhadap total kredit atau pembiayaan.

RPIM ini merupakan kebijakan kewajiban dukungan perbankan kepada UMKM yang diterbitkan oleh BI. "RPIM ini kita coba dorong sektor UMKM kita ya. Jadi posisinya sekarang ini 20 persen, pelan-pelan kita akan naikkan sampai 30 persen. Saya sangat mendukung kebijakan ini dalam rangka mendorong segmen UMKM kita yang menjadi salah satu pilar dari perekonomian kita," kata David dalam Market View IDX Channel TV, Jumat (18/3/2022).

Dia menyampaikan, data yang ada menunjukkan bahwa kebanyakan UMKM Indonesia masih bergerak di sektor perdagangan, atau sekitar lebih dari 60 persen. Sementara itu yang bergerak di sektor lainnya seperti home industry dan jasa relatif lebih rendah porsinya.

Ditambah, barang-barang yang diperdagangkan mayoritas merupakan barang-barang impor sehingga perlu adanya insentif yang lebih spesifik lagi untuk mendorong home industry agar di masa depan tidak membebani kebijakan dan current account di Indonesia.

"Kalau misalnya sektor perdagangan dan yang diperdagangkan banyak barang impor, pada akhirnya juga akan menjadi salah satu faktor risiko terutama untuk posisi transaksi berjalan kita ke depan," ungkapnya.

Dia menilai, UMKM mungkin sangat tepat namun perlu dipertajam lagi untuk UMKM yang mana. Untuk sektor home industry, menurutnya bisa dikaitkan link and match dengan perusahaan-perusahaan besar.

Misalnya di Jerman, ada kewajiban perusahaan-perusahaan untuk ada link and match dengan UMKM yang ada di sana. Sehingga dari hulu sampai hilir, ada kerjasama antara perusahaan dengan UMKM.

Kontribusi UMKM memang sangat dominan sekali terhadap  pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ini dapat dilihat dari kontribusi terhadap PDB yang mencapai lebih dari 61 persen serta penyerapan tenaga kerja yang mencapai 97 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional.

Selain itu, melansir laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, UMKM juga telah  tercatat menjadi penyokong dalam setiap krisis ekonomi yang dialami Indonesia serta mendorong peningkatan investasi dan ekspor Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper