Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

5 Penyebab Harga Minyak Turun Hingga di Bawah US$ 100

Selama seminggu terakhir, harga Brent dan WTI jatuh masing-masing 9,66 persen dan 9,35 persen secara point-to-point. Terdapat beberapa faktor pemicu kejatuhan harga minyak.
Ilustrasi harga minyak mentah turun/Antara
Ilustrasi harga minyak mentah turun/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia terjungkal pada perdagangan pagi ini. Harga minyak mentah tidak lagi menyentuh level US$ 100/barel.

Pada Kamis (17/03/2022), harga minyak jenis brent berada di level US$ 98,02/barel, berkurang 1,89 persen dari hari sebelumnya. Sementara itu, minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 95,04/barel, turun 1,45 persen.

Harga minyak mentah tengah berada dalam tren turun. Selama seminggu terakhir, harga Brent dan WTI jatuh masing-masing 9,66 persen dan 9,35 persen secara point-to-point. Terdapat beberapa faktor pemicu kejatuhan harga minyak, antara lain kenaikan harga sebelumnya telah menembus rekor tertinggi. 

Walaupun harga minyak menunjukkan tren penurunan dalam seminggu terakhir, tetapi harga minyak masih mencatatkan kenaikan masing-masing 5,59 persen dan 6,54 persen untuk Brent dan WTI. Dalam setahun terakhir harga masih naik 56,08 persen dan 60,18 persen.

Sehingga, keuntungan yang bisa diperoleh dari kontrak minyak masih cukup tinggi, apalagi kalau sudah dipegang dalam waktu lama. Ini membuat minyak selalu rentan terpapar aksi ambil untung (profit taking).

Dua, munculnya harapan berakhirnya perang Rusia-Ukraina. Kedua negara terus melakukan perundingan untuk mencapai perdamaian. Mykhailo Podolyak, salah satu negosiator dari pihak Ukraina menyatakan negosiasi mengenai gencatan senjata masih terus berlanjut.

"Negosiasi terus berlangsung. Tujuan utama dari negosiasi adalah gencatan senjata dan penarikan pasukan," ujar Podolyak, dikutip dari CNN International, Rabu (16/03/2022).

Harapan damai di Ukraina akan membuat dunia kembali stabil. Pasar juga berharap sanksi terhadap Rusia bisa dicabut jika perdamaian bisa tercapai. Sanksi ini salah satunya adalah ekspor minyak.

Jika perdamaian berhasil terwujud, terdapat kemungkinan sanksi terhadap Rusia bisa dicabut. Salah satu sanksi itu adalah ekspor minyak. Begitu minyak dari Rusia bisa kembali masuk pasar, maka harga akan lebih terkendali.

Tiga, pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di China kembali mengganas. Strategi zero tolerance terhadap Covid-19 membuat sejumlah wilayah di Negeri Tirai Bambu memberlakukan karantina wilayah (lockdown).

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan nomor satu di Asia, kebijakan lockdown di China akan membuat prospek permintaan energi menurun.

Louise Dickson, Senior Oil Market Analyst di Rystad Energy, menguraikan, lockdown di China menyebabkan turunnya konsumsi minyak bumi.

"Lockdown di China diperkirakan bisa menurunkan konsumsi minyak sebanyak 0,5 juta barel/hari. Konsumsi akan semakin tertekan karena tingginya harga energi," jelas Louise, dikutip dari CNBC.

Empat, meningkatnya stok minyak Amerika Serikat (AS). US Energy Information Adminstration melaporkan stok minyak AS naik 4,3 juta barel pekan lalu dari pekan sebelumnya.

AS merupakan produsen minyak terbesar dunia. Jadi saat stok minyak AS naik, maka pasokan bisa terjaga sehingga harga tidak lagi membumbung tinggi.

Lima, rencana Uni Emirat Arab (UAE) untuk memompa produksi minyaknya setelah kunjungan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson. Perdana Menteri Inggris itu menekan UEA dan Arab Saudi yang merupakan anggota negara produsen minyak (OPEC) untuk memacu produksinya.

“Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin menginvasi Ukraina menyebabkan ketidakpastian dan lonjakan harga minyak. Semua orang dapat melihat dampaknya pada kenaikan harga bensin yang segera datang. Putin dapat memeras Barat dengan menahan perekonomian Barat sebagai tebusan. Untuk itu, kami memerlukan kemandirian [energi]," papar Johnson, dilansir dari Channel News Asia, Kamis (16/03/2022).

Mamit Setiawan, Direktur Executive Energy Watch mengamini hal tersebut. Menurutnya, rencana peningkatan produksi minyak untuk menggantikan minyak Rusia turut mengoreksi harga minyak dunia.

“Rencana UAE, sebagai mitra negara-negara Barat untuk memompa produksi minyak menyebabkan harga minyak dunia menurun. Minyak dari UAE mengisi absennya minyak Rusia dari pasar global, sehingga harga minyak bisa kembali stabil,” terang Mamit kepada Bisnis, Kamis (17/03/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper