Bisnis.com, JAKARTA – US Energy Information Administration (EIA) mempublikasikan laporan ekspor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dari Amerika Serikat tersebut pada periode 2019-2021. Amerika Serikat mengekspor LNG produksinya ke banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan tersebut, Indonesia tercatat mulai mengimpor LNG dari AS sejak September 2021.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor migas sepanjang 2021 mencapai US$ 196,20 miliar atau setara US$ 2.805 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS). Impor migas ini meningkat 38,59 persen dibandingkan 2020 dengan nilai impor US$141,57 miliar atau setara Rp2.024 triliun. Kenaikan harga migas pada tahun ini berpotensi memperbesar biaya impor komoditas energi tersebut.
Impor LNG dari Amerika Serikat cenderung mengalami kenaikan selama bulan September-Desember 2021. Pada bulan September 2021 Indonesia mengimpor LNG dari AS sebanyak 1.118 MMSCFD. Sementara itu, pada bulan Oktober 2021 impor LNG mengalami penurunan signifikan menjadi hanya 447 MMSCFD.
Di bulan November 2021 impor LNG kembali naik ke 456 MMSCFD, dan impor LNG terbesar terjadi pada Desember 2021 dengan volume 1.218 MMSCFD. Sehingga, total impor LNG Indonesia dari Amerika Serikat sepanjang tahun 2021 mencapai 3.269 MMSCFD.
Pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia belum pernah mendatangkan gas dari Amerika Serikat. Biasanya, Indonesia mengimpor LNG dari terminal di SIngapura dan Timur Tengah.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menyebutkan bahwa tujuan Indonesia mengimpor LNG dari Amerika Serikat untuk memenuhi kontrak yang telah disepakati.
“Sepertinya kenaikan [impor LNG dari AS] ini karena memang sudah ada kontrak yang harus dipenuhi sehingga ada penjualan,” ujar Mamit kepada Bisnis, Rabu (02/03/2022).
Baca Juga
Kontrak yang dimaksud adalah Sales and Purchase Agreement (SPA) antara subholding Cheniere Energy, Inc yaitu Corpus Christi Liquefaction, LLC dengan PT Pertamina (Persero) yang dilakukan pada 2015. Secara keseluruhan, Pertamina setuju untuk membeli sekitar 1,52 juta ton per tahun (mtpa).
SPA tersebut memiliki jangka waktu 20 tahun terhitung sejak tanggal pengiriman pertama. Pada perkembangannya, kedua perusahaan melakukan kontrak pembelian pada 2019.
Kendati Demikian, Mamit tidak sependapat dengan peningkatan kebutuhan energi yang menyebabkan kenaikan impor LNG dari AS.
“Memang ada permintaan energi sebagai imbas dari pulihnya perekonomian pasca pandemi Covid-19. Tetapi, kebutuhan dalam negeri saya kira masih cukup sebenarnya. Tidak ada peningkatan yang cukup signifikan,” papar Mamit.
Mamit menambahkan, tidak semua LNG yang diimpor Indonesia bisa terserap. “Pasar [LNG nasional] masih terbatas, sehingga stock tidak bisa seluruhnya diserap. Jadi, ada beberapa stock kargo LNG nasional yang harus dijual ke pasar spot selama 2021 kemarin,” tambahnya.
Meski volume impor LNG dari AS terus meningkat hingga menyentuh angka 3.269 MMSCFD, hal tersebut tidak berdampak signifikan bagi perekonomian nasional. “Secara signifikan tidak terlalu mempengaruhi ekonomi nasional, karena jumlah impor LNG tidak terlalu besar. Berbeda dengan impor minyak baik minyak mentah maupun subsidi serta impor LPG yang jumlahnya sangat signifikan,” tutup Mamit.