Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menilai bahwa konsep interkoneksi tidak tepat untuk diterapkan dalam proses transisi energi di dalam negeri, mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kupalauan.
Nicke mengatakan, konsep interkoneksi akan menjadikan proses transisi energi lebih mahal dan keandalan pasokan menjadi tidak terjamin.
Pasalnya, energi hijau dinilai kurang bisa untuk memenuhi kebutuhan pasokan di daerah lain, karena bisa membuat biaya semakin membengkak.
“Maka yang harus didorong, selain industri harus juga kita garap untuk transisi, tapi kita harus membangun juga desentralisasi. Jadi kemandirian energi di daerah yang menggunakan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut,” ujarnya dalam acara Peluncuran Transisi Energi G20, Kamis (10/2/2022).
Dalam Presidensi G20, pihaknya akan lebih mendalami konsep tersebut untuk mendorong proses transisi energi di Indonesia, dan mewujudkan kemandirian energi di masing-masing daerah.
Namun, Nicke menyebut, masalah pendanaan dan teknologi masih menjadi kendala terbesar bagi transisi energi. Dia pun tidak menampik jika Indonesia masih kekurangan teknologi yang telah teruji untuk digunakan.
Menurutnya, diperlukan partisipasi pihak luar melalui kerja sama agar nantinya teknologi dan pendanaan dapat diakses untuk memuluskan proses transisi energi.
“Indonesia adalah negara berkembang pertama yang menjadi Presidensi G20, sehingga kita harus fokus dan explore detail bagaimana untuk bisa menjalankan transisi energi ini secara affordable, tentu saja ini menjadi tantangan,” imbuhnya.