Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF Puji Strategi Pengendalian Pandemi RI dari Sisi Makro dan Fiskal

Kinerja dan prospek makro serta fiskal Indonesia dinilai sangat positif dalam laporan sementara IMF. Hal tersebut berdasarkan laporan sementara (concluding statement) IMF untuk Artikel IV yang dirilis hari Ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam Dialogue KiTa, Jumat (2/10/2020)/ Jaffry Prakoso-Bisnis
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam Dialogue KiTa, Jumat (2/10/2020)/ Jaffry Prakoso-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Strategi pengelolaan kebijakan makroekonomi dan fiskal Indonesia dalam pengendalian pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi mendapatkan apresiasi tinggi dari International Monetary Fund (IMF).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan kinerja dan prospek makro serta fiskal Indonesia dinilai sangat positif dalam laporan sementara IMF. Hal tersebut berdasarkan laporan sementara (concluding statement) IMF untuk Artikel IV yang dirilis hari Ini.

Pada laporan tersebut, Febrio menilai Indonesia disorot sebagai negara yang cukup sukses dalam penanganan pandemi serta pemulihan ekonomi, tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan fiskal jangka menengah.

"IMF mengapresiasi keberhasilan pengendalian Covid-19 di Indonesia yang membawa Indonesia ke pemulihan ekonomi yang cepat. Pemulihan lebih cepat menjadi dasar IMF menilai konsolidasi fiskal menuju defisit APBN paling tinggi 3 persen PDB di tahun 2023 sebagai langkah yang tepat. IMF memandang kebijakan ini membawa Indonesia semakin kredibel di mata pelaku pasar", jelas Febrio, seperti yang dikutip dari siaran resmi, Rabu (26/1/2022).

IMF juga memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5.6 persen pada 2022 dan menguat ke 6.0 persen pada 2023. Namun, IMF menyarankan pemerintah untuk tetap waspada atas peningkatan sejumlah risiko eksternal, di antaranya gelombang baru penyebaran Covid-19 dan peningkatan tekanan inflasi global.

Lembaga tersebut juga mengingatkan terkait dengan pengetatan pasar keuangan global sehubungan dengan normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju terutama di Amerika Serikat (AS). Normalisasi kebijakan bank sentral AS dinilai berpotensi menghambat laju pemulihan ekonomi global, yang pada gilirannya berdampak pada ekonomi domestik.

Berdasarkan laporan IMF, Febrio mengungkap efektivitas kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi berhasil mendorong menguatnya aktivitas perekonomian. Hal tersebut turut memicu peningkatan kinerja APBN 2021, bersamaan dengan faktor kenaikan harga komoditas dunia.

Pada APBN tahun lalu, penerimaan negara tercatat meningkat tinggi berkat peningkatan kinerja penerimaan perpajakan, yang berhasil melampaui target 2021. Defisit APBN 2021 dapat ditekan hingga 4,65 persen terhadap PDB atau jauh lebih rendah dibandingkan target awal sebesar 5,7 persen terhadap PDB.

"Keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi juga diiringi dengan utang yang terjaga dalam tingkat yang aman dan terkelola dengan baik, dengan tren yang diupayakan terus menurun dalam jangka menengah seiring langkah konsolidasi fiskal," demikian dikutip dari siaran resmi.

Menurut Febrio, IMF menilai langkah konsolidasi fiskal di 2023 sudah tepat dan diperkirakan bisa meningkatkan kredibilitas APBN dan kepercayaan pasar. IMF memproyeksikan defisit fiskal sebesar 4 persen terhadap PDB di 2022, lebih rendah dari defisit yang ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar 4,85 persen.

"Kinerja fiskal yang kuat pada tahun 2021 menjadi bagian dari hasil pengelolaan kebijakan ekonomi makro yang tepat, tanpa mengorbankan upaya Pemerintah menjaga momentum pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal jangka menengah-panjang", sambung Febrio.

Namun, IMF menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan penyesuaian kecepatan konsolidasi fiskal ke depan jika tekanan risiko eksternal semakin kuat dan mempengaruhi proses pemulihan ekonomi.

Pada aspek moneter, IMF menyarankan agar kebijakan moneter tetap diterapkan secara akomodatif untuk mendukung pemulihan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian seperti stabilitas harga-harga atau inflasi.

Selain itu, IMF menyarankan agar kerja sama berbagi beban (burden sharing) pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi dapat dihentikan di akhir 2022 sesuai amanat UU No.2/2020. Tentunya, hal tersebut mempertimbangkan kinerja fiskal yang sudah menguat.

Selanjutnya, sistem keuangan domestik juga dinilai sehat. Ruang perbaikan tetap ada untuk beberapa hal, seperti penguatan kredit dan dukungan pemerintah terhadap pembiayaan UMKM serta penguatan kinerja perbankan.

Mengingat langkah-langkah darurat penanganan krisis di masa luar biasa diperkirakan akan berakhir tahun ini, risiko kredit sektor perbankan terutama di sektor-sektor yang terkena efek pandemi berkepanjangan (scarring effect), perlu terus dimonitor lebih kuat.

Dalam perspektif jangka menengah, IMF menilai kerangka strategi peningkatan pendapatan negara, khususnya perpajakan dan PNBP, sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan belanja pembangunan prioritas.

Febrio menyebut hal itu penting untuk menopang pertumbuhan Indonesia menuju level potensialnya, serta untuk memenuhi sasaran-sasaran Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs). Selain itu, strategi kebijakan fiskal jangka menengah perlu dirancang lebih spesifik menjadi bagian dari strategi keluar dari kebijakan luar biasa di masa pandemi pandemi (exit strategy).

Ke depan, upaya penguatan reformasi struktural dinilai perlu dilanjutkan termasuk untuk mengatasi scarring effect dari pandemi. Kebijakan yang termuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja perlu didukung dengan reformasi terkait sumber daya manusia, terutama pendidikan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja.

Kemudian, reformasi struktural dipandang perlu dilakukan melalui sektor keuangan untuk pendalaman pasar keuangan, pembangunan infrastruktur—baik fisik maupun digital untuk konektivitas, dan penguatan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan guna mendukung daya saing ekonomi.

IMF lalu menilai bahwa pengenalan Nilai Ekonomi Karbon (carbon pricing) merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan perlu diperkuat melalui reformasi, termasuk reformasi kebijakan subsidi energi.

Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan IMF sebetulnya telah menjadi bagian dari upaya-upaya reformasi fiskal, struktural dan sektor keuangan yang sedang dan akan terus dilanjutkan oleh Pemerintah bersama otoritas terkait, tegas Febrio.

"Pengakuan atas kredibilitas Indonesia ini juga diyakini akan berdampak positif bagi pelaksanaan berbagai agenda pembangunan ke depan serta bagi kesuksesan Indonesia dalam presidensi G20", tutup Febrio.

Concluding Statement pada dasarnya merupakan laporan berisi penilaian kondisi terkini ekonomi nasional dan Rekomendasi kebjakan yang ditawarkan oleh IMF berdasarkan pendalaman yang dilakukan oleh Tim Article IV IMF melalui rangkaian pertemuan dengan otoritas terkait.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper