Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku bisnis logistik memprediksikan aktivitas ekspor-impor pada awal tahun kembali menggeliat didorong oleh momentum Tahun Baru Imlek.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menuturkan hingga saar ini pertumbuhan aktivitas ekspor-impor sudah mulai dirasakan sejak memasuki awal 2022. Terlebih, Yukki menjelaskan apabila mengacu kepada data BPS, nilai ekspor RI hingga akhir tahun lalu mengalami kenaikan signifikan dibanding tahun sebelumnya.
"Jadi harapannya masih optimistis pada 2022 ini pun bisa tetap tumbuh. [Kondisi ini] diprediksi akan terus berlangsung hingga Tahun Baru Imlek," ujarnya, Senin (24/1/2022).
Indikator pertumbuhan ekspor yang terjadi sejak awal Januari 2022 adalah kepadatan aktivitas di sejumlah pelabuhan di Indonesia. Bahkan, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara hampir setiap harinya jalur distribusi tak luput dari kemacetan.
"Berdasarkan informasi yang diperoleh ALFI, pelabuhan lainnya seperti di Semarang Jawa Tengah, Surabaya Jawa Timur, Belawan Sumut dan Makassar juga cenderung mengalami peningkatan aktivitas ekspor maupun impor menjelang hari raya Imlek tersebut," imbuhnya.
Namun, bergeraknya aktivitas ekspor masih dihadapkan kepada biaya logistik yang cukup tinggi di sejumlah tujuan Amerika Serikat maupun Eropa lantaran terkendala slot kapal kontainer yang terjadi sejak tahun lalu.
Menurutnya, apabila ongkos pengapalan atau freight kontainer ekspor ke beberapa negara tujuan seperti Amerika Serikat dan Eropa terus mengalami kenaikan dan tidak bisa dikendalikan seperti saat ini, justru akan berdampak negatif bagi kelangsungan perdagangan secara global, bukan hanya di Indonesia.
"Memang ada peningkatan ekspor pada 2021, yakni komoditi migas dan nonmigas dan terus kita lihat lagi bagaimana dengan komoditi batu bara dan CPO. Kemudian untuk yang ekspor menggunakan kontainer seperti manufaktur electronik, automotive, furniture , textile, sepatu, serta komoditi makanan minuman. Ekspor untuk kendaraan juga mengalami peningkatan pada tahun lalu," jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Desember 2021 mencapai US$231,54 miliar atau naik 41,88 persen dibanding periode yang sama tahun 2020. Demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$219,27 miliar atau naik 41,52 persen.
BPS merilis, berdasarkan sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Desember 2021 naik 35,11 persen dibanding periode yang sama tahun 2020, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 2,86 persen dan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 92,15 persen.
Adapun menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Desember 2021 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$33,86 miliar (14,62 persen), diikuti Kalimantan Timur US$24,32 miliar (10,50 persen) dan Jawa Timur US$23,00 miliar (9,94 persen).
Adapun, untuk impor pada 2021, berdasarkan data BPS menyebutkan, menurut golongan penggunaan barang, nilai impor Januari–Desember 2021 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada barang konsumsi US$5.529,5 juta (37,73 persen), bahan baku/penolong US$44.174,2 juta (42,80 persen), dan barang modal US$4.924,1 juta (20,77 persen).
Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Desember 2021 adalah China US$55,74 miliar (32,66 persen), Jepang US$14,61 miliar (8,56 persen), dan Thailand US$9,08 miliar (5,32 persen). Impor nonmigas dari Asean US$29,31 miliar (17,17 persen) dan Uni Eropa US$10,97 miliar (6,43 persen).