Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Ekspor Batu Bara, Ini Manfaat Buat Sektor Industri

Larangan ekspor batu bara bisa menjadi peluang meningkatkan daya saing sektor industri.
Angkutan batu bara berbasis rel di Sumatra Selatan./ptba.co.id
Angkutan batu bara berbasis rel di Sumatra Selatan./ptba.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Larangan ekspor batu bara yang berlangsung selama bulan ini dinilai bisa menjadi peluang menaikkan daya saing industri dalam negeri.

Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan kebijakan tersebut memberi kepastian pasokan listrik bagi industri sehingga utilisasi bisa stabil di tengah upaya pemulihan.

Selain itu, larangan ekspor batu bara juga ditengarai akan berdampak pada terpangkasnya pasokan ke negara pesaing seperti China sehingga biaya energi akan terkerek. Sementara itu, krisis energi di Eropa juga belum mereda di tengah ancaman musim dingin ekstrem bulan ini.

"Ini jadi momentum kami bisa bersaing dengan produk-produk di luar, karena harga [energi di dalam negeri] pasti akan lebih rendah daripada di luar," kata Fajar kepada Bisnis.com, Senin (10/1/2022).

Dengan tercukupinya pasokan batu bara untuk PT PLN (Persero), Fajar berharap tidak ada kenaikan tarif listrik meskipun wacana itu sebelumnya telah mengemuka.

Fajar mengatakan, tekanan kenaikan harga energi akan berdampak pada harga jual yang terkerek 5-10 persen. Hal itu seiring pula dengan kenaikan harga bahan baku impor yang juga dipengaruhi oleh faktor energi.

"Menganggu [pertumbuhan industri] kemungkinannya kecil, tetapi akan berdampak, iya. Karena itu nanti akan menaikkan harga jual, tetapi ini bukan hanya Indonesia saja yang mengalami," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada 13 golongan pengguna. Berdasarkan rencana penyesuaian TDL oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kenaikan pada golongan I-3 atau penggunaan listrik di atas 200 kVS dan I-4 dengan penggunaan daya di atas 30.000 kVA diproyeksikan masing-masing 15,97 persen dan 20,78 persen.

Selain itu, ada pula wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) premium dan pertalite dan peningkatan harga liquified petroleum gas (LPG) nonsubsidi sebesar Rp1.600 hingga Rp2.600 per kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper