Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gapmmi: Substitusi Impor Jadi Tantangan 2022

Pemerintah perlu menyusun peta jalan untuk mencapai target substitusi impor 35 persen, terutama yang menyasar pada kesinambungan industri hulu hingga hilir.
Pekerja mengecek lembaran baja di pabrik Sunrise Steel, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (18/2).ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Pekerja mengecek lembaran baja di pabrik Sunrise Steel, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (18/2).ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan substitusi impor terutama bahan baku masih menjadi tantangan serius bagi industri pada 2022.

Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan di industri hulu, produksi sejumlah komoditas seperti susu, kedelai, gula, dan jagung masih belum bergerak angkanya dari tahun-tahun lalu.

"Produksinya masih sama seperti tahun-tahun lalu, dan sementara kebutuhan bahan baku industri terus meningkat karena industri meningkat," kata Adhi kepada Bisnis belum lama ini.

Adhi mengatakan pemerintah perlu menyusun peta jalan untuk mencapai target substitusi impor 35 persen, terutama yang menyasar pada kesinambungan industri hulu hingga hilir.

Sementara itu, pertumbuhan industri makanan dan minuman diproyeksikan sebesar 5-7 persen pada tahun ini. Angka itu berada di atas proyeksi pertumbuhan industri manufaktur sebesar 4,5 persen sampai 5 persen pada 2022.

Adhi mengatakan tantangan tingginya harga bahan baku dan biaya energi masih akan berlanjut pada 2022. Tetapi, masalah logistik yang sepanjang 2021 membebani kinerja ekspor diprediksi melonggar pada 2022.

"Logistik harusnya akan lebih baik dibandingkan 2021, karena saya dapat info bahwa kemungkinan 2022 sudah akan lebih baik ketersediaan kontainer," katanya.

Di luar teknis industri makanan dan minuman, Adhi juga melihat kepatuhan administrasi perpajakan akan menjadi sorotan. Seiring perbaikan sistem dan monitoring perpajakan, serta integrasi data yang semakin baik oleh pemerintah, pelaku usaha didorong untuk membenahi pembukuannya.

Menurutnya, hal itu akan berdampak jangka pendek terhadap kenaikan biaya pajak, terutama bagi pelaku yang tingkat kepatuhannya masih bermasalah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper