Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) mencatat Produksi PT Pupuk Indonesia (Persero) diperkirakan sebesar 12,24 juta ton sepanjang 2021, dibandingkan dengan realisasi 2020 sebesar 12,26 juta ton.
Sekretaris Jenderal APPI Achmad Tossin Sutawikara mengatakan realisasi sampai dengan November 2021 tercatat 11,23 juta ton. Realisasi produksi tersebut terdiri atas urea 7,33 juta ton, NPK 2,89 juta ton, SP-36 300 ribu ton, ZA 700 ribu ton, dan ZK 13 ribu ton.
"Produksi tahun 2021 relatif konstan baik dibandingkan dengan anggarannya maupun dibandingkan dengan realisasi 2020," kata Tossin kepada Bisnis belum lama ini.
Tossin yang juga menjabat Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia mengatakan, faktor yang mempengaruhi tak menurunnya volume produksi yakni keberhasilan dalam menjaga keandalan pabrik sehingga tidak sampai menyebabkan adanya penyetopan operasi pabrik yang menurunkan produktivitas. Proyeksi produksi untuk sepanjang tahun ini masih dalam pembahasan.
Sementara itu, Tossin mengatakan sejauh ini APPI baru beranggotakan Pupuk Indonesia dan lima anak usahanya, antara lain, PT Pupuk Kaltim, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Pupuk Kujang. Tahun ini pihaknya membidik produsen pupuk swasta dan distributor untuk menjadi anggota asosiasi.
Adapun, sebelumnya diketahui, Pupuk Indonesia melalui sejumlah anak usahanya merencanakan ekspansi pabrik untuk meningkatkan efisiensi produksi pada tahun ini.
Wakil Direktur Utama Pupuk Indonesia Nugroho Christijanto menjelaskan sejumlah rencana ekspansi tersebut antara lain, pembangunan pabrik Pupuk Sriwijaya 3B di Palembang, pabrik urea, amoniak, dan metanol di Papua Barat. Selain itu, di Papua Barat juga akan dibangun pabrik pupuk untuk memanfaatkan potensi gas alamnya.
Pembangunan pabrik Pusri 3B merupakan pergantian dari pabrik Pusri 3 dan 4 yang kondisinya sudah tua dan tidak efisien. Revitalisasi ini, lanjut Nugroho, juga telah dilakukan oleh anak usaha lain seperti Petrokimia Gresik dan Pupuk Kaltim.
Inefisiensi pabrik diakui Nugroho menjadi faktor yang menghambat produktivitas perseroan sehingga langkah revitalisasi perlu dilakukan.