Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah perusahaan Taiwan angkat kaki dari China karena biaya tenaga kerja yang tinggi dan kompetisi yang ketat. Hengkangnya Taiwan bakal terjadi lebih cepat setelah sanksi dari Beijing.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (22/12/2021), konglomerasi Far Eastern Group dikenai denda US$14 juta pada November lantaran disebut melanggar aturan lingkungan, lahan, kesehatan, dan keamanan oleh Pemerintah China.
Namun, sanksi tersebut diyakini utamanya karena Far Eastern menjadi penyokong dana terbesar bagi Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
“Melihat apa yang terjadi pada Far Eastern Group, perusahaan akan mulai khawatir bahwa risiko diganggu oleh pemerintah China akan meningkat,” ungkap ekonom Chung-Hua Institution for Economic Research yang berbasis di Taipei, Yang Shu-fei.
Perusahaan Taiwan yang beroperasi di China telah mengeluh karena lingkungan bisnis tidak lagi seperti dulu. Setelah terkesan oleh kesepakatan tanah, insentif pajak dan tenaga kerja murah dari Pemerintah China, perusahaan Taiwan menghadapi persaingan yang semakin ketat dan kenaikan biaya tenaga kerja.
"Perusahaan-perusahaan Taiwan tengah berhati-hati dalam berinvestasi di China karena adanya perubahan pada lingkungan bisnisnya, konfliknya dengan AS dan perang teknologi yang sedang terjadi," ujar Kementerian Ekonomi Taiwan dalam sebuah pernyataan pada Senin.
Baca Juga
Menteri Perekonomian Taiwan Wang Mei-hua mengatakan pada akhir November bahwa kasus Far Eastern telah memicu perusahaan Taiwan lainnya untuk pulang kampung.
Sejumlah uang diproyeksi akan kembali ke rumah setelah perusahaan Taiwan telah berjanji untuk menginvestasikan lebih dari US$54 miliar dalam tiga tahun terakhir setelah tertarik oleh subsidi dan dukungan pemerintah setempat.
Adapun sebagain lainnya akan dialihkan ke luar negeri, seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC) yang berekspansi ke Jepang, Amerika Serikat, dan lainnya dengan nilai investasi US$12,3 miliar pada 2021, angka terbesar di China selama 6 tahun berturut-turut.
Pemerintah Taiwan juga menawarkan pinjaman preferensial kepada perusahaan lokal yang mengekspansi kegiatan manufaktur atau stafnya. Program yang akan berakhir pada tahun ini akan diekspansi hingga 3 tahun ke depan, kata Wang.
Peralihan investasi ke luar China tidak terelakkan. Perusahaan Taiwan seperti Hon Hai Precision Industry Co., yang memproduksi iPhone dengan portofolio investasi besar di China diyakini akan menyusul, meski perlahan.
Menurut ekonom Yang, kendati tidak akan langsung segera keluar dari China, perusahaan Taiwan akan semakin mempertimbangkan faktor non-ekonomi dalam membuat keputusan bisnis.
"Perusahaan Taiwan secara bertahap mempelajari pentingnya risiko lindung nilai dan akan beralih ke wilayah lain seperti Asia Tenggara dan India," ujarnya.
China masih menjadi tujuan ekspor nomor satu untuk barang-barang dari Taiwan, meskipun pertumbuhannya tidak secepat ekspor ke AS, Eropa atau negara lain Banyak barang yang dikirim ke China dirakit menjadi produk untuk diekspor kembali ke bagian lain di dunia.
Hal itu bisa terlihat dari kenaikan permintaan ekspor dari AS yang merupakan sumber utama permintaan. Selain itu, kenaikan pesanan dari Asia Tenggara yang menjadi destinasi bagi korporasi asal Taiwan untuk memindahkan pabriknya.
Sementara itu, pandemi memperlambat peralihan ini, ditambah dengan bea masuk AS yang diterapkan pada produk asal China dan ketegangan hubungan yang meningkat.
Dorongan pemerintah Taiwan untuk pulang atau setidaknya berinvestasi di negara selain China berarti bahwa tren pemisahan bertahap dari China kemungkinan akan berlanjut.