Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan penerimaan kelompok negara European Free Trade Association (EFTA) yang meliputi Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss terhadap komoditas minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia masih perlu dikaji lebih lanjut.
Hal itu disampaikan Fithra menyusul pernyataan publik yang disampaikan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga saat sosialisasi hasil perundingan perdagangan IK-CEPA yang disiarkan secara daring, Selasa (7/12/2021).
“EFTA menerima CPO kita sepertinya belum definitif ya, itu kan baru statement dari pak Wamendag. Kita harus melihat formalnya seperti apa, apakah menerima dengan precondition atau yang lain,” kata Fithra melalui sambungan telepon, Rabu (8/12/2021).
Hanya saja, Fithra mengatakan, kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation Uni Eropa yang menghentikan impor CPO cenderung untuk memproteksi produk dalam negeri yang sejenis.
“Mereka sebenarnya melakukan perlindungan terhadap produk dalam negerinya seperti Sunflower dan yang lainnya sementara CPO kita terbilang lebih murah dibandingkan produk-produk mereka, mereka lebih non tarif barrier,” kata dia.
Dengan demikian, kata dia, pernyataan Jerry ihwal penerimaan CPO Indonesia dari negara kelompok EFTA itu memiliki signifikansinya di sidang kedua (second substantive meeting) sengketa DS 593 terhadap Uni Eropa di world trade organization atau WTO pada akhir tahun ini.
“Kalau pernyataan ini bisa dijadikan pegangan, ada dua kasus yang berbeda dari sisi kontrol dan treatment, kalau ada perbedaan padahal standarnya sama berarti Uni Eropa diskriminatif,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jerry menegaskan empat negara European Free Trade Association (EFTA) yang meliputi Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss menerima komoditas kelapa sawit Indonesia yang saat ini tengah mengalami diskriminasi dari Uni Eropa.
Jerry mengatakan negara kelompok EFTA itu terkenal kritis ihwal isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, kata dia, Uni Eropa mesti mesti meninjau ulang kebijakan diskriminatif yang diterapkan pada komoditas minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) asal Indonesia.
“Uni Eropa harus melihat itu, di mana EFTA negara yang critical salah satunya Swiss menerima kita justru dan menyambut baik kerjasama melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement [CEPA]. Ini bukan soal komersial bisnis regional saja tetapi juga politik soal signifikansi Indonesia di mata dunia,” tuturnya.
Indonesia bersama Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss telah mengimplementasikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) atau IE-CEPA pada Senin (1/11/2021).
Data yang dihimpun Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa perdagangan Indonesia dengan EFTA masih didominasi Swiss. Sekitar 96 ekspor Indonesia ke EFTA yang setara dengan US$1,07 miliar selama Januari sampai Agustus 2021 masuk ke Swiss. Sementara 71 persen impor Indonesia dari EFTA juga berasal dari Swiss, nilainya mencapai US$358,9 juta.