Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu mempercepat penghiliran nikel dari hulu hingga menjadi produk hilir berupa baterai kendaraan listrik.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan pengembangan teknologi baterai, termasuk yang bukan berbahan dasar nikel, berlangsung dengan cepat sehingga tenggat penghiliran nikel pada 2026 dinilainya terlalu panjang.
"Kalau kita bicara nikel, teknologi yang terus berkembang pastinya akan membuat baterai itu bisa jadi digantikan. Pemerintah harus cepat agar baterai yang berbahan dasar nikel itu bisa segera digunakan di dalam negeri, karena beberapa kompetitor sudah melihat arah pengembangan selain nikel," kata Andry saat dihubungi, Selasa (7/12/2021).
Dia menilai idealnya produksi baterai kendaraan listrik dalam negeri sudah bisa diserap pasar pada 2023. Hal itu juga terkait dengan target tingkat komponen dalam negeri (TKDN) kendaraan listrik yang ditentukan pemerintah, dimana baterai menjadi kontributor terbesarnya.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian masih mengutak-atik komposisi persyaratan TKDN kendaraan listrik yang diproduksi di dalam negeri, menyesuaikan target dalam Peraturan Presiden No.55/2019 tentang percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai.
Dalam beleid tersebut, TKDN ditetapkan sebesar 40 persen untuk roda dua sampai 2023. Sedangkan untuk kendaraan roda empat, TKDN-nya dipatok sebesar 35 persen pada tahun ini, dan meningkat menjadi 40 persen pada 2022 hingga 2023.
Baca Juga
Sebelumnya, Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik menargetkan dimulainya pembangunan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik pada tahun ini, yakni stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan stasiun penukaran kendaraan listrik umum (SPBKLU).
Pada 2022 perusahaan manufaktur kendaraan listrik diharapkan mulai beroperasi di Indonesia. Adapun, untuk smelter dengan teknologi hidrometalurgi atau high presure acid leach (HPAL) ditargetkan mulai beroperasi pada 2024 di bawah pengembangan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk.
Andry mengatakan pengiliran nikel dengan teknologi HPAL sendiri masih diliputi sejumlah kendala, yakni investasi yang mahal dan penanganan limbahnya.
"Limbah HPAL ini memang harus dibuang ke dasar laut, namanya DSTP atau deep sea tailing placement. Membuang limbah di dasar laut ini jadi tantangan sendiri, pertama pastinya akan menganggu ekosistem dari biota laut. Kedua, kalau dibuang di dasar laut kira-kira sudah ada belum izinnya," ujarnya.