Bisnis.com, JAKARTA - Analis Goldman Sachs Group Inc., memperkirakan inflasi di Asia akan meningkat lebih jauh pada 2022 seiring dengan kesenjangan produksi dan harga bahan baku yang mahal.
"Kami tidak mengira tekanan inflasi terjadi begitu cepat sehingga [bank sentral] mendorong kenaikan suku bunga yang besar," tulis analis Andrew Tilton dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada Rabu (1/12/2021), seperti dikutip Bloomberg.
Bank investasi ini memperkirakan indeks harga konsumen naik di atas perkiraan konsensus pada 2022. Dengan harga pangan yang lebih tinggi, juga akan mendorong lonjakan ini.
Kekhawatiran inflasi telah meningkat di tengah tingginya harga energi dan gangguan rantai pasok. Kondisi itu telah menyebabkan kenaikan harga melebihi ekspektasi di negara-negara ekonomi utama Asia dalam beberapa bulan terakhir.
Perusahaan dari Jepang hingga India mengalami tekanan harga input, yang mengacu pada harga pembelian bahan baku utama yang digunakan dalam produksi.
Namun, pembuat kebijakan di Asia tidak akan terlalu tertekan dalam bertindak lantaran kasusnya belum separah dibandingkan dengan negara berkembang dan berpendapatan rendah lainnya. Nilai tukar di Asia masih lebih stabil dan gangguan pada sisi penawaran juga masih terkendali, menurut analis Goldman.
Baca Juga
Sementara itu, aktivitas manufaktur di China yang dirilis pada Selasa menunjukkan bahwa inflasi pada pabrik mulai mereda setelah pemerintah telah melakukan stabilisasi harga dan meningkatkan pasokan komoditas.
Kendati demikian, munculnya varian virus Corona omicron baru dapat menimbulkan ancaman inflasi baru, tulis ekonom Bloomberg Chang Shu dan Eric Zhu dalam sebuah catatan pada Rabu.
Selain itu, potensi lockdown di luar negeri dan gangguan perdagangan karena penyebaran virus akan memperburuk kendala pasokan yang sudah intens dan memicu tekanan harga di negara-negara seperti China, tulis mereka.