Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyoroti indeks kompleksitas ekonomi (economic complexity index) Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya.
Indeks kompleksitas ekonomi menunjukkan kompleksitas produk ekspor suatu negara. Negara maju seperti Jepang, memiliki kompleksitas produk yang tinggi. Di sisi lain, indeks kompleksitas ekonomi Indonesia merupakan yang terendah dibandingkan dengan negara lain di Asia.
Berdasarkan data dari Center for International Development (CID) Harvard University, posisi indeks kompleksitas ekonomi Indonesia pada 2019 berada di level 61. Posisi tersebut lebih rendah dari Vietnam (56), India (43), Malaysia (24), Thailand (23), dan China (16).
Suharso mengatakan nilai (value) dari ekonomi Indonesia terlalu banyak hanya mengandalkan pada pertambahan volume saja, namun tidak pada kompleksitas. Artinya, produk-produk dari Indonesia memiliki keterbatasan keterkaitan dengan produk lain.
Dari sisi struktur ekspor, Suharso turut menyampaikan bahwa struktur ekpor tanah air hanya didominasi oleh batu bara dan minyak sawit (CPO), akibat tingkat kompleksitas yang rendah. Lalu dari sisi daerah, hanya provinsi yang ada di Jawa yang memiliki economic complexity index yang lebih tinggi.
"Kalau kita lihat, Jawa yang tingkat kompleksitas ekonominya paling tinggi. Semakin jauh dari Jawa dan Jakarta, semakin rendah indeks kompleksitasnya," kata Suharso pada pekan lalu, Jumat (26/11/2021).
Baca Juga
Rendahnya tingkat kompleksitas ekonomi Indonesia berkaitan dengan rendahnya tingkat inovasi. Berdasarkan data Global Competitiveness Index dari World Economic Forum 2019, indeks inovasi global vs. PDB per kapita Indonesia berada di posisi ke-85 dari 131 negara.
Dalam paparan Suharso, rendahnya tingkat inovasi di Indonesia dipengaruhi oleh rendahnya kuantitas dan kualitas riset. Hal ini merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh.
Oleh sebab itu, Suharso mengatakan investasi yang berkualitas menjadi kunci penting. Terutama, untuk mendorong kompleksitas ekonomi. Investasi yang dimaksud adalah yang berada pada sektor manufaktur dan sektor sumber daya manusia (SDM).
"Manufaktur kita ini tertatih-tatih. Dalam waktu 20 tahun terakhir, tidak pernah naik angka kontribusinya terhadap PDB, dari di bawah 20 persen. Padahal, syarat untuk menjadi negara industri menurut UNDP, tingkat kontribusi industri manufaktur [terhadap PDB] itu harus di atas 20 persen," jelasnya.