Bisnis.com, JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan tingginya utang pada pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak lepas dari dampak pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikannya pada acara Tax Gathering KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua, Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Yustinus menyebut jika saja tidak ada pandemi Covid-19 yang membuat belanja pemerintah semakin ekspansif untuk penanganan Covid-19, maka pertumbuhan utang pemerintah saat ini paling hanya mengalami kenaikan 7 persen.
"Era Pak Jokowi, tujuh tahun membangun, kalau tidak ada Covid-19, [utang] hanya naik sekitar 7 persen. Tetapi belanjanya bisa dilihat membumbung [untuk] infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan bansos," kata Yustinus dalam sambutannya.
Yustinus lalu memuji kinerja pengelolaan utang dari era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia memuji keberhasilan dalam menurunkan rasio utang yang awalnya mencapai ratusan persen terhadap PDB, turun sampai 23 persen pada 2012 di era Presiden SBY.
Menurut Yustinus, tingginya rasio utang tidak menjadi masalah selama hal itu digunakan untuk tujuan produktif.
Baca Juga
"Sama kaya rumah tangga kita. Kalau tidak utang tidak bakal punya rumah, dan tidak bakal punya mobil. Kenapa saya berani utang? Karena saya yakin saya punya pekerjaan dan gaji saya akan naik terus. Jadi sebenarnya orang-orang yang takut utang itu orang-orang yang mentalnya pecundang," ucapnya.
Oleh sebab itu, pada kesempatan yang sama, Yustinus menekankan pentingnya bagi masyarakat untuk patuh membayar pajak. Di masa yang sulit seperti ini, pajak layaknya "perisai" atau "benteng" dalam menghadapi pandemi.
Adapun, utang pemerintah naik drastis pada 2020 akibat belanja untuk penanganan pandemi Covid-19. Padahal, berdasarkan Buku II Nota Keuangan dan RAPBN TA 2022, rasio utang pemerintah telah menurun sebelumnya dari posisi tahun 2000 sebesar 88,7 persen terhadap PDB, menjadi kisaran 30,0 persen terhadap PDB di 2019.
Pada 2020, rasio utang awalnya direncanakan sebesar 29,7 persen, tetapi akhirnya naik mencapai 39,4 persen terhadap PDB untuk belanja penanganan Covid-19. Sampai dengan saat ini, utang telah mencapai Rp6.625,43 triliun. Dengan perkembangan tersebut, rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat 40,85 persen.
Sejak Januari hingga Agustus 2021, pemerintah telah menarik utang Rp550,6 triliun. Penarikan utang ini mencapai 46,8 persen dari target utang dalam APBN 2021 sebesar Rp1.177,4 triliun.
Akan tetapi, rasio utang tersebut jika dilihat berdasarkan Undang-Undang (UU) No.17/2003 tentang Keuangan Negara, masih di bawah batas aman 60 persen terhadap PDB.
Di sisi lain, rasio pajak dalam lima tahun terus menurun. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan rasio pajak Indonesia sebesar 10,37 persen pada 2016, lalu merosot ke 9,89 persen di 2017. Pada tahun berikutnya, rasio pajak naik tipis ke 10,24 persen di 2018.
Tax ratio kembali turun pada 2019 menjadi 9,76 persen dan merosot lebih rendah ke 8,33 persen di 2020. Pemerintah optimistis tahun ini bisa mencapai rasio pajak di kisaran 8,25 persen sampai dengan 8,3 persen.