Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi perekonomian yang sebelumnya muram dan kini berbalik cerah mulai dirasakan industri di Tanah Air.
Sejalan dengan perbaikan ekonomi dan bergeliatnya proyek-proyek infrastruktur, produksi baja nasional diproyeksikan mengalami kenaikan sampai dengan akhir tahun ini.
Berita dan analisis mengenai industri baja menjadi salah satu dari lima topik utama Bisnisindonesia.id edisi Kamis (4/11/2021), di samping sejumlah berita mengenai rencana investor UEA yang akan menggarap bisnis pergulaan di Tanah Air, berita mengenai dagang-el, penjualan Volvo, hingga harga emas.
Berikut ini ulasan singkat lima berita dan analisis tersebut.
1. Permintaan Baja Kian Solid, Emiten Geber Utilisasi
Awan cerah mulai menggelayuti industri baja nasional. Sejalan dengan perbaikan ekonomi dan bergeliatnya proyek-proyek infrastruktur, produksi baja nasional diproyeksikan mengalami kenaikan sampai dengan akhir tahun ini.
Kementerian Perindustrian memperkirakan produksi baja mencapai 12,27 juta ton pada tahun ini atau tumbuh 6,05 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 11,57 juta ton. Dalam jangka menengah, target kapasitas produksi baja diproyeksikan mencapai 17 juta ton pada 2024.
Gabungan kapasitas produksi tersebut antara lain disumbang oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) sebanyak 2,5 juta ton per tahun, PT Krakatau Posco 3 juta ton per tahun, dan PT Gunung Raja Paksi Tbk. (GGRP) 1,7 juta ton per tahun. Selain itu, ada pula PT Dexin Steel Indonesia 1,5 juta ton per tahun, serta gabungan dari beberapa produsen billet sebesar 4 juta ton per tahun.
Berdasarkan catatan Kemenperin, rata-rata utilisasi industri logam dasar sepanjang tahun ini mencapai 66,25 persen. Adapun, rerata utilisasi industri barang logam bukan mesin dan peralatannya mencapai 73,99 persen.
Adapun, faktor pendorong pemulihan industri baja pada paruh kedua tahun ini yakni pemulihan ekonomi nasional yang belakangan ditandai dengan angka rekor PMI manufaktur pada Oktober yang mencapai 57,2.
2. Taipan Gula UEA Bakal Masuk RI, Preseden Positif Masa Depan PMA
Indonesia bakal ketiban investasi kelas kakap di industri pergulaan, sejalan dengan rencana Al Khaleej Sugar Co untuk mengembangkan pabrik-pabrik gula dan etanol di Tanah Air.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berharap agar penanaman modal perusahaan gula asal Dubai itu bakal menjadi pelatuk industri gula nasional yang lebih efisien pada masa depan.
Al Khaleej Sugar Co melirik investasi di bidang pabrik gula terintegrasi di Indonesia, salah satunya mengembangkan fabrikasi etanol dari gula. Etanol tersebut pun diharapkan dapat menjadi sumber bahan bakar alternatif.
Rencana tersebut sejalan dengan tren pengurangan emisi karbon membuat sejumlah negara memutar otak untuk mencari sumber energi yang lebih bersih.
Negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, dan Filipina sendiri telah mengembangkan etanol dalam jumlah besar sebagai alternatif bahan bakar fosil. Pemanfaatan etanol dalam energi baru dan terbarukan menjadi satu alternatif untuk pengurangan gas emisi karbon dari sektor transportasi.
Pabrik Gula (PG) Mojo di Sragen, Jawa Tengah, milik PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)./JIBI-Pamuji Tri Nastiti
3. Mau Ekspor via E-commerce? Pemerintah Siapkan Aturan Mainnya
Pemerintah memberi sinyal bahwa bisnis dagang-el bakal diatur selayaknya perdagangan konvensional di dalam aturan teknis baru terkait dengan perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE.
Terkait dengan hal itu, pelaku usaha yang telah mengadopsi platform digital pun diharapkan melihat perkembangan regulasi agar tak menghadapi kendala.
Kementerian Perdagangan mencatat peran ekonomi digital terhadap ekonomi Indonesia pada 2020 tercatat mencapai 4 persen. Kontribusi tersebut diharapkan meningkat menjadi 18 persen pada 2030.
Oleh karena itu,, pemain dagang-el Indonesia harus menyiapkan perkembangan teknologi gelombang baru atau second wave ekonomi digital guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan data J.P Morgan, pada 2020, nilai dagang-el Indonesia meningkat dengan cepat, dengan perkiraan pertumbuhan tahunan 2021 mencapai Rp337 triliun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan China (11,2 persen) dan Amerika Serikat (10,5 persen).
4. Penjualan Volvo Cars Melejit, Mobil Listrik Sumbang 25%
Di tengah krisis pasokan semikonduktor global, Volvo Cars berhasil memacu penjualan dengan kenaikan 12,6 persen dalam 10 bulan pertama 2021. Pangsa mobil listrik melebihi 25% dari semua unit yang terjual.
Volvo Cars menjual 581.464 mobil dalam 10 bulan pertama tahun 2021, naik 12,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pada Oktober, penjualan global Volvo Cars mencapai 50.815 mobil, turun 22,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan tersebut terkait dengan kelangkaan komponen yang memengaruhi produksi namun permintaan produk Volvo Cars tetap kuat.
Perusahaan juga melihat penjualan mobil listrik meningkat. Pangsa mobil dengan powertrain hybrid listrik atau plug-in, yang disebut model recharge, berjumlah 25,5 persen dari semua mobil yang dijual secara global selama 10 bulan pertama hingga 31 Oktober.
Untuk Oktober, pangsa mobil recharge menyumbang 31,5 persen dari total penjualan, karena jumlah kendaraan listrik terus meningkat secara global
5. Harga Emas Anjlok Tertekan Data Ekonomi AS
Harga emas terus berada dalam tekanan dalam dua hari terakhir. Meski begitu, penurunan harga komoditas logam itu sedikit tertahan oleh keputusan Federal Reserve (the Fed) terkait pengurangan stimulus.
Seperti dilansir dari Antara, harga emas untuk kontrak pengiriman Desember di Divisi Comex New York Exchange ditutup turun US$ 25,5 atau 1,43% ke level US$1.763,90 per troy ounce. Sehari sebelumnya, Selasa (2/11), emas berjangka juga merosot US$ 6,4 atau 0,36% ke US$1.789,40.
Harga emas terkoreksi setelah Amerika Serikat (AS) merilis sejumlah data ekonomi. Beberapa di antaranya laporan pekerjaan dari Automatic Data Processing (ADP) yang menunjukkan 571.000 pekerjaan ditambahkan pada Oktober, jauh lebih baik dari yang diperkirakan.
Sementara itu, Indeks Manajer Pembelian sektor jasa AS yang disusun oleh IHS Markit meningkat menjadi 58,7 pada Oktober dari 54,9 pada September.
Lembaga riset Institute for Supply Management (ISM) juga melaporkan indeks jasa-jasa melonjak ke rekor 66,7 persen pada Oktober, lebih tinggi dari ekspektasi para analis dan naik dari 61,9 persen pada September.