Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarik Ulur Kepentingan Jadi Penyebab Perpres Pembelian Tarif Listrik EBT Molor

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menilai molornya Perpres tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan akibat alotnya pembahasan antara penjual dan pembeli.
Aktivitas pekerja di proyek Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB), di Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, Sabtu (30/9)./Istimewa
Aktivitas pekerja di proyek Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB), di Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, Sabtu (30/9)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menilai molornya Perpres tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan akibat alotnya pembahasan antara penjual dan pembeli.

Penyelesaian Perpres tersebut sebenarnya telah ditargetkan sejak tahun lalu. Kemudian, diubah pada awal tahun. Akan tetapi, hingga kini penerbitan regulasi tersebut belum mendapat titik terang.

Bisma mengatakan bahwa alotnya pembahasan antara penjual dan pembeli disinyalir menjadi faktor utama. Dalam aturannya, PLN sebagai pembeli listrik EBT harus membeli 100 persen listrik dari penjual. PLN kemudian yang menjual energi listrik kepada masyarakat.

“Kalau mengangkat penjual, akan merugikan pembeli [PLN]. Di sini pasti akan ada gesekan dan pertentangan kepentingan antara penjual dan pembeli,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/11/2021).

Kendati demikian, secara hitung-hitungan RUU EBT lebih baik didahulukan dibandingkan dengan Perpres Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan. Hal itu pun perlu menjadi perhatian agar tidak terjadi tumpang tindih aturan terkait energi bersih.

Saat ini, draf RUU EBT dalam tahap pembahasan antara DPR dengan eksekutif. Diperkirakan akhir tahun ini atau awal 2022, regulasi tersebut akan disahkan menjadi UU.

“Perpres ini andaipun tertunda, tapi RUU harus dipercepat, sehingga pada saat UU sudah disahkan, andai ada Perpres, Perpres itu sudah mengacu pada UU EBT. Daripada sekarang keluar Perpres, tetapi bulan depan misalkan muncul UU baru. Otomatis Perpres akan kalah dengan UU baru,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya menyebutkan bahwa Perpres tersebut masih dalam proses pembahasan kajian bersama Kementerian Keuangan.

“[Masih pembahasan] terkait dampak penetapan harga Perpres terhadap APBN sesuai dengan list project RUPTL PLN 2021–2030 yang sudah diterbitkan,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/11/2021).

Kementerian pun berharap kajian bersama tersebut dapat segera diselesaikan, sehingga rancangan Perpres tersebut segera disahkan. Saat ditanya target penyelesaian, dia hanya meminta publik menunggu peraturan ini selesai.

Menurutnya, keberadaan Perpres ini akan memberikan dorongan besar dalam pengembangan energi baru terbarukan ke depan. Secara target, pemerintah telah mematok penambahan kapasitas terpasang EBT mencapai 20,9 gigawatt (GW) pada 2030.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper