Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali usulan harga khusus batu bara untuk industri semen.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan bahwa secara prinsip asosiasi mematuhi kebijakan maupun peraturan yang diundangkan. Namun terkait harga khusus bagi industri semen dia meminta pemerintah dikaji ulang.
“Dengan mempertimbangkan potensi berkurangnya ke penerimaan negara dimana berkah dari harga komoditas yang terjadi hanya sementara tersebut, tentu tidak bisa dimaksimalkan untuk penerimaan negara,” katanya kepada Bisnis, Rabu (27/10/2021).
Selama ini, ketentuan domestic market obligation (DMO) hanya diperuntukan untuk energi listrik. Pemerintah mewajibkan perusahaan untuk menyisihkan minimal 25 persen dari total produksi untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu harga batu bara untuk pembangkit PLN itu juga ditetapkan US$70 per metrik ton.
Akan tetapi, APBI mempertanyakan apakah subsidi serupa perlu diberikan kepada industri semen. Menurutnya, sifat harga semen turut dipengaruhi oleh supply dan demand.
Dalam praktiknya, industri semen dapat menggunakan batu bara dengan rentang kualitas yang sangat lebar bahkan dapat menggunakan hasil ‘reject’ dari pembangkit. Misalnya batu bara dengan kadar ash tinggi, ash fusion rendah, sulfur tinggi, cv rendah atau tinggi sekalipun.
“Sebagai contoh, bahkan ada industri semen yang menggunakan petcoke yang juga digunakan sebagai incinerator.”
Pengalaman dari para anggota APBI katanya, melihat industri semen dikenal dengan karakter pembeli yang mencari harga murah karena kemampuan menggunakan bahan bakar dengan range yang lebar.
“Sehingga sudah otomatis harga jual ke industri semen lebih murah. Kami masih terus melakukan diskusi dengan pemerintah untuk mencari penyelesaian yang terbaik,” tuturnya.