Bisnis.com, JAKARTA – Pesatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia membuat pengembangan properti merambah ke kawasan penunjang Ibu Kota.
Tidak hanya meluas ke barat dan timur Jakarta, seperti di Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi, pengembangan properti saat ini juga marak ke kawasan selatan, khususnya Bogor.
Udara sejuk dan kondisi alam yang terbilang asri menjadi kelebihan Bogor dibandingkan dengan kawasan penunjang Ibu Kota lain. Gaya hidup yang lebih sehat dan lebih menyatu dengan alam semenjak pandemi Covid-19 pun membuat hunian di Bogor kian digandrungi.
Terlebih, dari sisi infrastruktur dan transportasi juga saat ini cukup banyak proyek yang akan menghubungkan Bogor dengan kota-kota besar lainnya, seperti sejumlah jalan tol, LRT, dan trem.
Daya Tarik Bogor pun membuat PT Summarecon Agung Tbk. ikut melirik kawasan tersebut untuk membangun perumahan.
Dengan pengalamannya membangun kota mandiri di Kelapa Gading, Serpong, Bekasi, Karawang, Bandung, dan Makassar, perusahaan menggandeng Honda Imora mengembangkan Summarecon Bogor di atas lahan seluas 500 hektare.
Baca Juga
Pengembang yang dirintis oleh Soetjipto Nagaria lebih dari empat dekade tersebut membenamkan investasi Rp 20 triliun di Summarecon Bogor. Summarecon Bogor sebenarnya telah dipersiapkan sejak 2013, di mana saat itu lahan yang tersedia seluas 250 hektare.
Dengan lahan seluas 500 hektare saat ini, pengembangan Summarecon Bogor bisa dilakukan untuk skala kota mandiri yang saling terintegrasi antara hunian dan fasilitas kota lainnya, seperti tempat usaha, komersial, pendidikan, kesehatan, hingga hiburan yang memungkinkan penghuni dapat melakukan beragam aktivitas di dalamnya
Tidak ingin dianggap hanya untuk meramaikan, Summarecon Bogor telah menghabiskan Rp1 triliun untuk mengembangkan infrastruktur dasar, termasuk jalan akses menuju kawasan agar bisa dilalui langsung dari Tol Jagorawi melalui Gerbang Tol (GT) Bogor Selatan.
Secara geografis, Summarecon Bogor ada di kaki Gunung Gede, Gunung Pancar, Gunung Pangrango, dan Gunung Salak. Kawasan itu pun berada pada 300–500 meter dari permukaan laut, sehingga penghuni bisa menikmati lingkungan, serta udara yang lebih sehat dan sejuk.
Ketinggian Summarecon Bogor juga memungkinkan penghuninya menikmati gemerlap lampu di Jakarta dan Sentul City pada malam hari.
Hal itu pun diamini oleh Shandy Wijaya, salah satu calon pembeli yang saat ini tinggal di Jakarta. Dia mengaku keinginannya untuk memiliki tempat tinggal di wilayah yang memiliki banyak pepohonan dan udara sejuk.
Apalagi, saat ini sebagian besar pekerjaan bisa dilakukan dari rumah, sehingga dirinya membutuhkan ruang yang luas dan suasana menyegarkan.
“Summarecon Bogor ini sangat keren tempatnya, karena lokasi alam yang indah, sejuk, dan tenang. Apalagi, sekarang tren WFH. Jadi bekerja pun bisa dimana saja, tinggal pun tidak perlu di Jakarta,” katanya kepada Bisnis, Selasa (19/10/2021).
Direktur PT Summarecon Agung Tbk. Sharif Benyamin mengatakan bahwa saat ini tren mencari tempat tinggal di pinggiran Ibu Kota mulai meningkat, karena kebijakan bekerja dari rumah yang diterapkan sejak awal pandemi.
Dia pun meyakini, tren bekerja dari rumah akan terus berlanjut meski kondisi pandemi Covid-19 sudah berangsur membaik.
“Ini membuat jarak tempat tinggal dengan lokasi bekerja menjadi tidak masalah, sehingga banyak peminat tinggal di luar kota Jakarta. Terlebih, masifnya infrastruktur dan sarana transportasi publik di wilayah Jabodetabek,” katanya menjawab pertanyaan Bisnis belum lama ini.
Tak Surut karena Pandemi
Pandemi Covid-19 yang menyebabkan pembatasan kegiatan masyarakat tidak menyurutkan minat masyarakat untuk membeli hunian di Bogor. Setiap harinya, Summarecon Bogor menerima 400 orang calon pembeli saat weekdays dan 1.000 orang pada weekend.
Tahun lalu pun Summarecon Bogor berhasil menjual 555 hunian di tiga klaster, yakni Mahogany Residence, Mahogany Island, dan The Agathis Golf Residence. Selain itu, masih ada 1.500 calon pembeli yang telah membayar commitment fee.
“Tiga klaster yang terjual habis pada Oktober tahun lalu, yakni Mahogany Residence, Mahogany Island dan The Agathis Golf Residence dengan total 555 unit,” ucap Benyamin.
Adapun, harga yang ditawarkan The Mahogany Residence mulai dari harga Rp1,3 miliar, The Mahogany Island mulai Rp1,4 miliar, dan The Agathis Golf Residence yang berbatasan langsung dengan lapangan golf mulai dari Rp2,9 miliar.
Untuk memenuhi permintaan, Summarecon Bogor kembali meluncurkan dua klaster baru, yakni The Pinewood Residence dan The Rosewood Golf Residence di akhir Oktober ini.
The Pinewood Residence mengusung konsep modern tropical, karya arsitek ternama Hadiprana dengan harga mulai dari Rp1,5 miliar. The Pinewood Residence menawarkan dua ukuran, yakni 7 × 16 meter dan 9 × 16 meter.
Sementara, The Rosewood Golf Residence karya arsitektur Thomas Elliott dari PAI merupakan hunian klaster + kavling yang dibangun mandiri, dan ditawarkan dengan harga mulai Rp3,1 miliar berukuran 10 x 18 meter, serta 12 x 18 meter.
Pembangunan rumah di Summarecon Bogor membutuhkan waktu 30 bulan. Hal itu dikarenakan kontur tanah yang tak mudah, yakni perbukitan. Hal itu ditambah dengan intensitas hujan yang tinggi di kota Bogor, sehingga pembangunannya pun harus dilakukan secara hati-hati.
“Untuk tiga klaster yang ditawarkan pada tahun lalu akan dilakukan serah terima pada Mei 2023,” ucapnya.
Benyamin menambahkan, seluruh klaster hunian akan dilengkapi dengan beragam fasilitas, seperti club house, kolam renang, dan tempat bermain anak.
“Dengan adopsi teknologi seperti koneksi internet berkecepatan tinggi, bekerja nantinya tidak hanya dapat dilakukan di rumah, tetapi juga di taman, clubhouse dengan konsep co-working space, dan fasilitas lainnya, sehingga tidak membosankan bekerja dari rumah,” ucapnya.
Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat berpendapat, Bogor memang menjadi alternatif wilayah pengembangan hunian yang prospektif di Jabodetabek karena letaknya yang melekat dengan Jakarta.
Lokasi Idaman untuk Hunian
Selain itu, harga yang relatif masih terjangkau, akses prima dengan commuter line dan jalan tol, serta lingkungan asri yang berada di kaki gunung menjadi keunggulan wilayah Bogor apabila dibandingkan dengan wilayah pinggiran Jakarta yang lainnya.
“Dengan keunggulan komparatif seperti di atas, maka tidak mengherankan wilayah ini menjadi bidikan para pengembang besar,” ujarnya.
Dia menilai, kepadatan permukiman di suatu kawasan baik dikembangkan oleh pengembang besar ataupun tidak akan berdampak pada tingginya kompetisi untuk mendapatkan lahan permukiman, dan kondisi itu menjadi sangat lumrah.
Namun demikian, pengembangan wilayah perlu konsistensi sesuai dengan konsep awal pembangunan. Apabila peruntukan hijau dialokasikan lebih besar, merujuk pada zonasi tata ruang dan konsep pengembangan, maka hal ini perlu dijaga keberlanjutannya.
“Karena dalam jangka panjang hal ini akan memperpanjang usia lingkungan perumahan sebagai aset, dan usia lingkungan hidup secara umum,” katakan.
CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menuturkan, pandemi Covid-19 ini membuat perubahan tren hunian, yakni lebih diminatinya rumah tapak. Desain rumah tapak yang diminati konsumen saat ini pun harus memiliki ruang terbuka hijau dan menyatu dengan alam.
“Summarecon Bogor jadi trendsetter di Bogor yang ternyata menyimpan potensi besar,” katanya.
Pertumbuhan properti di Bogor didominasi oleh berkembangnya kawasan-kawasan perumahan di Kabupaten Bogor yang posisinya relatif dekat dengan Jakarta.
Hal ini berdampak pada maraknya perumahan kota mandiri yang dibangun pengembang besar di Kabupaten Bogor karena memiliki lahan yang cukup luas.
“Masuknya Summarecon di wilayah Bogor ini akan berdampak pada naiknya harga lahan hunian di sekitar Summarecon Bogor,” tuturnya.
CEO Lamudi.co.id Mart Polman menuturkan, Bogor Jawa Barat sebagai kota yang menduduki peringkat pertama sebagai area yang paling banyak dicari oleh para pencari properti di sekitar Jabodetabek dalam satu tahun terakhir.
“Banyaknya akses dari dan menuju pusat kota Jakarta membuat para pekerja tidak segan-segan berkediaman di Bogor meski harus beraktivitas di Jakarta,” ujarnya.
Dia menilai, dengan pembangunan yang konstan dan kemudahan akses, hunian di wilayah Bogor juga menarik bagi mereka yang mencari rumah peristirahatan akhir pekan atau hunian untuk investasi.
Selain itu, harga rumah di Bogor lebih murah ketimbang Jakarta. Lamudi mencatat harga rumah rerata di kota favorit Bogor menurun menjadi Rp579 juta per April 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang menyentuh angka Rp600 jutaan.
Dengan harga properti rata-rata Rp6,25 juta per meter persegi, Bogor sangat cocok untuk para pembeli rumah pertama karena lebih terjangkau.
“Bogor juga menarik para pengembang. Terbukti dengan menjamurnya proyek perumahan yang menawarkan beragam kelebihan seiring dengan meningkatnya permintaan hunian di kota hujan itu,” ucap Mart.
Country Manager Rumah.com Marine Novita mengatakan, kebijakan perusahaan untuk menerapkan bekerja dari rumah ini membuat banyak orang menjadi sadar bahwa bekerja tidak harus di kantor sehingga tidak harus lagi tinggal di kota besar yang hiruk pikuk.
Lebih dari separuh atau sekitar 55 persen responden mengaku terpikir untuk mencari hunian di luar wilayah Jabodetabek jika bisa terus menjalani sistem kerja WFH atau remote working.
“Angka ini merupakan kenaikan dari 53 persen responden pada semester sebelumnya,” katanya.
Menurutnya, wilayah saat ini yang menjadi pertimbangan para pencari rumah adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bogor yang mengalami peningkatan pencarian.
Perubahan tren itu bisa saja terkait dengan kebijakan bekerja dari rumah akibat pandemi, pembangunan infrastruktur di wilayah penyokong Jakarta, serta penurunan dan stagnasi harga di kota/kabupaten tersebut.