Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu akan melakukan pertukaran data dalam rangka penindakan produk-produk yang melanggar hak kekayaan intelektual atau HaKI.
Banyaknya pelanggaran membuat Indonesia masih memiliki catatan merah di mata investor. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Freddy Harris pada Rabu (6/10/2021), setelah penandatanganan kerja sama pihaknya dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dalam rangka penegakan hukum HaKI.
Seluruh pihak bekerja sama untuk memberantas peredaran produk yang melanggar HaKI, baik melalui penjualan luring maupun daring, selama tiga tahun atau dapat terjadi perpanjangan waktu.
Menurut Freddy, kerja sama itu memiliki ruang lingkup pertukaran data, koordinasi antar instansi terkait berbagai pelanggaran, hingga penyelenggaraan dan perumusan kebijakan di masing-masing bidang.
"Kerja sama memuat ruang lingkup tentang pertukaran data dan/atau informasi, peningkatan koordinasi antar instansi terhadap pengawasan ekspor dan/atau impor atas pelanggaran kekayaan intelektual dalam lingkup peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, pemeriksaan fisik bersama sebagai tindak lanjut dari perintah penangguhan sementara," ujar Freddy pada Rabu (6/10/2021).
Menurutnya, pertukaran data antara Bea Cukai dan DJKI mencakup kewajiban memberikan informasi, materi, narasumber, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan pengetahuan border measures, serta menghadiri pemeriksaan fisik barang bersama sebagai tindak lanjut dari perintah penangguhan sementara.
Baca Juga
"Selain itu, keduanya berhak mendapatkan akses dari masing-masing pihak untuk menggunakan data terkait pencatatan hak cipta, dan permohonan merek yang telah terdaftar dalam rangka penegakan hukum kekayaan intelektual," ujarnya.
Upaya tersebut juga sehubungan dengan rencana untuk menambah perusahaan yang melakukan pendaftaran merek/rekordasi di Bea Cukai, melakukan pertukaran data dengan DJKI yang memuat data-data terkait pemegang HKI di Indonesia. Berdasarkan data permohonan rekordasi hingga Juni 2021, telah terdaftar sebanyak 18 HKI dengan berbagai jenis produk.
Menurut Freddy, penegakan hukum terkait HaKI penting karena Indonesia masuk ke dalam daftar Priority Watch List (PWL), yang berisikan negara-negara yang memiliki tingkat pelanggaran cukup berat. Daftar itu dirilis secara berkala oleh Kamar Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR).
Dia menilai bahwa penegakan hukum terkait KI menjadi hal yang penting untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Hal tersebut karena penegakan hukum KI menjadi salah satu indikator bagi sebagian besar investor yang ingin menanamkan modalnya ke Indonesia.
Selain itu, penilaian USTR yang menyematkan status PWL kepada Indonesia juga berpengaruh terhadap pemberian fasilitas Generalized System of Preference (GSP). Fasilitas itu merupakan program penurunan tarif bea masuk yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.