Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Pertanian: HPP Tidak Lindungi Petani

Perlindungan untuk petani relatif berkurang ketika terjadinya kenaikan harga pada sejumlah pangan strategis belakangan ini.
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). /Bisnis-Nurul Hidayat
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). /Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Pertanian Tito Pranolo menilai kebijakan harga pokok penjualan (HPP) yang digunakan pemerintah saat ini cenderung tidak memberi proteksi kepada petani ketika terjadi kelangkaan komoditas strategis.

“HPP itu berbeda dengan harga dasar karena tidak mewajibkan lagi untuk menyerap harga, Bulog melakukan pengadaan sampai harga itu melampui HPP, jumlah pembelian itu ditentukan oleh cadangan pangan yang dibutuhkan,” kata Tito saat dialog agribisnis, Rabu (6/10/2021).

Konsekuensinya, Tito mengatakan, perlindungan untuk petani itu relatif berkurang ketika terjadinya kenaikan harga pada sejumlah pangan strategis belakangan ini.

“Kalau dulu harga dasar itu selalu diumumkan pada Oktober saat awal tanam, HPP beras ini tidak ada pola tertentu kadang diumumkan Maret atau April, stabilisasi pada tingkat produsen tidak sekuat ketika ditetapkan harga dasar,” kata dia.

Selain itu, dia mengatakan, anggaran untuk HPP itu dibatasi pada pemenuhan cadangan pangan pemerintah. Adapun, pemerintah baru memiliki instrumen intervensi harga hanya pada komoditas beras.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengakui kementeriannya kesulitan untuk menstabilkan harga ketika komoditas strategis mengalami kelangkaan pasokan di tengah masyarakat.

Oke beralasan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 07 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen tidak dilengkapi dengan instrumen cadangan pangan pemerintah.

“Instrumen yang ada baru cadangan beras pemerintah, untuk jagung tidak ada cadangan jagung pemerintah sehingga saat dibutuhkan Permendag ini menjadi mandul saat diputuskan oleh berbagai asosiasi harga jagung untuk peternak dan layer itu Rp4,500 ketika harga sudah Rp6,200,” kata Oke saat dialog agribisnis, Rabu (6/10/2021).

Oke menggarisbawahi kementeriannya kesulitan untuk melakukan stabilisasi harga pada jagung beberapa waktu terakhir lantaran pemerintah tidak memiliki cadangan jagung yang dapat dikeluarkan ketika terjadinya kelangkaan.

Di sisi lain, Oke mengatakan, klaim surplus jagung hingga 2,3 juta ton milik Kementerian Pertanian tidak dapat digunakan untuk stabilisasi harga lantaran angka itu masuk dalam kategori cadangan nasional. Artinya, cadangan nasional itu spesifik menggambarkan potensi ketersediaan jagung di setiap perkebunan secara makro. Dengan demikian, cadangan jagung nasional itu tidak tersedia ketika dibutuhkan segera.

“Pemerintah tidak bisa apa-apa karena tidak punya jagungnya, yang dibahas bukan jagung cadangan pemerintah tetapi yang tersedia itu cadangan jagung nasional. Cadangan jagung pemerintah dimiiliki untuk intervensi harga,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper