Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti dampak dari laju inflasi di dunia yang terlampau lebih tinggi daripada pemulihan ekonomi.
Menurut Sri, berbagai negara tengah menghadapi komplikasi di mana pada saat ekonomi baru akan pulih, laju inflasi justru terlampau lebih mendominasi.
"Dan ini tentu akan menimbulkan respond policy dari sisi kebijakan moneter atau suku bunganya," tutur Sri pada konferensi pers APBN KiTa, Kamis (23/9/2021).
Baca Juga : Sri Mulyani: Waspadai Gagal Bayar Evergrande! |
---|
Hal itu terlihat, contohnya, pada Brazil yang mengalami lonjakan inflasi hingga 8 persen. Lonjakan inflasi akhirnya memicu kenaikan suku bunga bank sentral menjadi 5,25 persen.
Lalu, Rusia mengalami inflasi sebesar 7 persen dan akhirnya memicu bank sentral negara itu untuk menaikkan suku bunga ke 6,5 persen. Sementara Turki, bahkan mengalami inflasi sampai 19,25 persen dan menyebabkan suku bunga naik ke 19 persen.
Tidak hanya itu, Korea Selatan turut mengalami kenaikan inflasi 2,6 persen padahal proses pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 masih sedang berjalan, sedangkan Meksiko mengalami inflasi mendekati 6 persen.
Di dalam negeri, Sri mengatakan inflasi Indonesia masih terjaga yaitu 1,59 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara, kebijakan Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan kebijakan suku bunga rendah di 3,5 persen.
"Kita berharap Indonesia tetap bisa menjaga inflasi sehingga komplikasi terjadinya pemulihan ekonomi yang terancam oleh inflasi bisa kita hindari. Sehingga kita harapkan Indonesia dapat memiliki pemulihan yang jauh lebih solid dan kuat, yang memungkinkan masyarakat bisa mendapatkan kesempatan kerja dan pemulihan dari kesejahterannya," pungkasnya.