Bisnis.com, JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Wahyu Utomo menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan identifikasi permasalahan Ketidaksesuaian batas administrasi, tata ruang, kawasan hutan, izin usaha pertambangan, dan hak atas tanah melalui kebijakan satu peta.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun telah menyusun Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik (PITTI). Ketidaksesuaian yang telah berhasil mengidentifikasi permasalahan ketidaksesuaian sebesar 46,8 juta hektare atau sekitar 24,6 persen dari total luasan wilayah nasional.
“Penyelesaian sektor tatakan pada PITTI Ketidaksesuaian menjadi penting karena digunakan sebagai acuan penyelesaian ketidaksesuaian izin, konsesi, hak atas tanah dan/atau hak pengelolaan di atasnya,” kata Wahyu dalam siaran pers, Senin (13/9/2021).
Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Dody S. Riyadi juga menyampaikan bahwa penyelesaian ketidaksesuaian antara tata ruang, kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah menjadi penting untuk mewujudkan pengelolaan pemanfaatan ruang yang harmonis dan berkelanjutan.
Kementerian/lembaga dan pemerintah daerah selanjutnya akan melakukan penyelesaian ketidaksesuaian yang termuat dalam PITTI Ketidaksesuaian paling lama 3 bulan sejak ditetapkannya Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Penyelesaian ketidaksesuaian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43/2021 dengan memperhatikan regulasi yang berlaku baik regulasi pada rezim tata ruang dan pertanahan, rezim kehutanan, maupun rezim kelautan.
Baca Juga
Sejalan dengan itu, Dirjen Penataan Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki menyampaikan meskipun tata ruang berperan strategis dalam pemenuhan amanat UU Cipta Kerja, saat ini masih terdapat berbagai ketidaksesuaian yang perlu ditindaklanjuti.
Hal tersebut di antaranya Ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang dengan garis pantai, batas daerah, kawasan hutan dan rencana tata ruang lainnya.