Bisnis.com, JAKARTA – Peluang Indonesia untuk memperbesar ekspor produk oleokimia masih terbuka lebar. Produk ini juga terbebas dari hambatan di negara tujuan ekspor utama.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Asep Asmara menjelaskan sejumlah produk sawit telah diselamatkan dari hambatan perdagangan, salah satunya adalah penghentian pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) pada produk fatty alcohol oleh Uni Eropa.
“Ada beberapa yang diselamatkan sehingga untuk prospek ke depannya, kami optimistis masih bisa meningkat,” kata Asep, Kamis (9/9/2021).
Dia mengemukakan China, Belanda, India, Malaysia, dan Amerika Serikat adalah pasar tujuan utama untuk ekspor oleokimia. Upaya peningkatan dan perluasan ekspor, kata dia, terus dilakukan melalui perwakilan perdagangan RI di negara mitra. Filipina, Spanyol, dan Jepang menjadi beberapa tujuan ekspor yang bisa makin dioptimalisasi.
“Ada lagi yang kita kembangkan ke negara-negara lain untuk ekspor, negara yang memang dianggap potensial. Kita tentunya terus melakukan pendekatan dan melihat pasar melalui perwakilan kita di luar negeri. Itu yang jadi concern Kemendag dalam penetrasi pasar selain ke negara tujuan utama,” paparnya.
Dari total 3,82 juta ekspor oleokimia Indonesia selama kurun Januari sampai Juli 2021, produk dalam bentuk fatty acid mendominasi dengan komposisi 58 persen.
Ekspor terbanyak oleokimia selanjutnya dilakukan dalam bentuk glycerol sebesar 21 persen, fatty alcohol 11 persen, dan sabun 8 persen. Produk biodiesel hanya berkontribusi 2 persen dari total ekspor oleokimia.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat mengemukakan sejauh ini tidak ada hambatan besar bagi ekspor produk oleokimia, kecuali produk biodiesel yang dikenai tuduhan subsidi dan dumping di Uni Eropa dan Amerika Serikat.
“Untuk meningkatkan ekspor oleokimia ini kita masih sangat terbuka peluangnya. Pertama dari sisi resources tersedia, teknologi juga bisa diadopsi. Karena permintaan pasar global yang besar, kami kira perlu kita raih bagaimana supaya produk oleokimia, terutama yang end products, bisa makin besar ekspornya,” kata Rapolo.
Wakil Ketua Umum III Gapki Togar Sitanggang menilai pandemi telah meningkatkan kebutuhan global untuk produk oleokimia asal Indonesia. Dia mengatakan oleokimia dari sawit tetap dominan karena harganya yang lebih murah dibandingkan dengan produk oleokimia berbahan baku minyak nabati lain.
“Selama pandemi kebutuhan untuk produk kebersihan meningkat, ini terjadi di mana saja, bukan hanya Indonesia. Produk-produk yang dibutuhkan untuk produk kesehatan adalah oleokimia. Sehingga kalau ada black campaign dan mereka pakai bahan baku minyak lain, akan mahal,” kata Togar.