Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pelaku usaha mengingatkan pemerintah untuk tidak menaikkan target cukai rokok pada rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022. Selain karena dinilai cukai sudah tinggi, kenaikan dikhawatirkan berdampak terhadap tenaga kerja di industri tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan kenaikan cukai rokok sudah mengalami kenaikan yang tinggi pada rentang 2017-2019. Dengan demikian, rancangan kenaikan sebesar 10 persen dalam nota keuangan APBN 2022 dinilai tidak ideal karena baseline-nya sudah tinggi.
"Kalau dari sisi industrinya, kami khawatir muncul rokok-rokok ilegal karena cukai yang cukup tinggi. Otoritas fiskal harus melihat juga keseimbangan industrinya dari sisi risiko munculnya rokok ilegal," kata Hariyadi, Minggu (22/8/2021).
Selain itu, kenaikan cukai rokok akan berhadapan dengan masih terbatasnya daya beli masyarakat akibat dampak pandemi Covid-19. Dunia usaha, lanjutnya, justru berharap otoritas fiskal tidak menaikkan cukai rokok.
Kebijakan kembali menaikkan cukai dinilai tidak sesuai dengan tujuan pengenaan bea cukai, yakni sebagai instrumen yang mengendalikan peredaran barang-barang beredar di pasar Tanah Air. Sementara itu, jika cukai rokok dinaikkan berdampak terhadap tenaga kerja justru mendorong barang rokok ilegal.
Keputusan besaran kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selalu menjadi sorotan pelaku industri rokok di Tanah Air. Alasannya, kebijakan tarif CHT akan berimbas terhadap prospek volume penjualan rokok, serapan tembakau petani, hingga serapan tenaga kerja di industri padat karya itu.
Baca Juga
Sumber Bisnis.com yang dekat dengan otoritas kepabeanan mengatakan, sejauh ini tarif moderat yang diusulkan kurang lebih 10 persen. Lebih rendah dibandingkan dengan 2021 ini, yakni rata-rata sebesar 12,5 persen dan tahun 2020 sebesar 23 persen. Dengan kenaikan tarif cukai sebesar 12,5 persen, harga jual eceran naik sekitar 35 persen pada tahun ini.